Engkaulah yang Kulihat Benar
Oleh: Pdt. Nathanael Channing
Kejadian 7:1-7
Apa yang menjadi tolok ukur untuk menilai seseorang itu baik atai tidak baik dalam kehidupan ini? Kita kerap mendengar atau mengatakan, “Orang itu baik lho,” atau “Waahh, jangan dia! Orangnya tidak baik.” Sangat disayangkan, ternyata tidak ada dasar atau acuan tertentu yang dijadikan tolok ukur untuk itu namun orang tetap gampang menilai orang lain. Sebagai contoh, seorang guru tidak akan bisa menilai apakah saya ini pandai atau bodoh jika tidak pernah menguji saya dengan soal-soal ujian dari mata pelajaran yang diajarkan, misalnya matematika. Dari 10 soal yang diberikan, jawaban saya hanya salah 1, maka saya akan mendapatkan nilai A. Berbeda dengan bila jawaban saya hanya benar 1 dari 10 soal tes yang ada—saya akan mendapat nilai E atau gagal. Tidak peduli guru itu suka dengan saya atau tidak, jika hasil ujian saya baik, maka saya akan tetap mendapatkan nilai A, sedangkan jika hasil ujian saya jelek, maka saya akan mendapatkan nilai buruk. Demikian pula seharusnya dengan cara kita menilai sesama kita. Kita harus mempunyai soal ujian yang objektif, soal ujian yang sesuai standar ukuran orang banyak, bukan ukuran pribadi yang subjektif. Jika ada penilaian yang tanpa melalui proses ujian, maka penilaian itu jelas tidak berlaku, tidak dapat dibenarkan, dan tidak dapat diterima secara umum, bahkan bisa menjadi bumerang bagi diri kita sendiri yang menilainya.