Khotbah Perjanjian Baru

Kerendahan Hati dan Kegigihan Perempuan

Kerendahan Hati dan Kegigihan Perempuan

Markus 7: 24-37
Oleh: Pdt. Em. Kuntadi Sumadikarya

Retreat Yesus Diganggu

Yesus tampaknya pergi retreat sendirian sesudah Dia menepis teguran serombongan Farisi dan mengajarkan murid-murid tentang kesucian. Tanpa tanggung-tanggung Yesus memilih retreat ke “luar negeri” sebab Tirus adalah daerah di luar Palestina yang termasuk Syria. Tempat ini bukan saja jauh lokasinya dari Galilea, tetapi juga jauh secara budaya. Yesus menyendiri dalam “sebuah rumah dan tidak mau ada orang yang mengetahuinya.” Dengan pergi sejauh itu, tentulah Yesus menginginkan sebuah retreat dengan isolasi total. Namun sebuah retreat tidak selalu terjadi sebagaimana direncanakan. Entah bagaimana, seorang perempuan lokal, yang disebut Markus sebagai perempuan Yunani keturunan Siro-Fenisia, mendatangi Yesus di situ. Entah bagaimana perempuan ini tahu kehadiran Yesus. Tapi kita tidak usah berspekulasi tentang itu. Ada hal lebih penting yang berlangsung di sana.

Perempuan ini datang dengan urgensi tinggi. Puterinya kerasukan roh jahat. Perempuan ras peranakan ini memohon kepada Yesus untuk mengusir setan itu dari anaknya. Ia melakukannya sambil tersungkur sebagai pertanda ia mengakui Yesus sebagai Tuhan. Mungkin dia berpikir ini bukan kebetulan. Puterinya sakit dan Yesus hadir. Perfect match! Harapannya sangat besar bahwa inilah jalan Tuhan.
Namun tanpa disangka-sangka, setelah permohonannya yang tulus dan merendah, Yesus berucap sesuatu yang dapat menyakitkan, “Biarlah anak-anak kenyang dahulu, sebab tidak patut mengambil roti yang disediakan bagi anak-anak dan melemparkannya kepada anjing” (7:27). Ucapan ini bagaimanapun adalah ucapan yang kasar. Tidak pernah kapanpun dan di manapun Yesus menolak langsung permintaan tolong individual untuk penyembuhan. Tidak pernah juga Yesus melakukan penghinaan seperti ini, yakni dengan menyebut “anjing.” Apakah karena Yesus merasa terganggu retreat-Nya? Apakah karena perempuan ini ras peranakan yang tidak bersahabat dengan Yahudi? Kita tidak tahu.

Lulus Tes atau Menang Argumentasi?

Kita diperhadapkan pada pertanyaan kunci atas cerita ini: Apakah perempuan ini berhasil lulus tes, atau perempuan ini memenangkan argumentasi? Sebagian terbesar penafsir termasuk awam biasa berasumsi bahwa Yesus menguji perempuan itu dan memberi kesempatan kepadanya untuk mengungkap imannya. Jika demikian ini adalah cerita unik dalam Markus dan Matius (15:21-28), karena perempuan ini adalah orang satu-satunya yang dites melalui penghinaan. Pada ujung cerita tampak bahwa perempuan ini lulus tes. Atau sebaliknya barangkali Yesus memang meniatkan ucapannya dan tidak punya niat menyembuhkan puteri sakit termaksud. Kita tahu bahwa Yesus tidak menyembuhkan semua orang. Dalam kasus Lazarus Yesus tidak berniat menyembuhkan, tetapi berniat membangkitkannya dari kematian. Begitu juga di kolam Betesda, ada banyak orang sakit, tapi Yesus hanya menyembuhkan satu orang saja.
Atau di pihak lain mungkin perempuan ini memenangkan argumentasi dalam percakapan dengan Yesus. Sesudah Yesus mengucapkan “…tidak patut mengambil roti yang disediakan bagi anak-anak dan melemparkannya kepada anjing.” (7:27b). Perempuan itu mengangkat argumentasinya, “Benar, Tuhan. Tetapi anjing yang di bawah meja juga makan remah-remah yang dijatuhkan anak-anak.”(7:28). Jadi kita mendapat kesan bahwa Yesus tampaknya terkesan pada argumentasi itu. Yesus lalu bersedia mengubah keputusan-Nya. Kata Yesus kemudian, “Karena kata-katamu itu, pergilah sekarang sebab setan itu sudah keluar dari anakmu.” (7:29).

Belum Waktunya

Sewaktu Yesus mengatakan “Biarlah anak-anak kenyang dahulu” (27) Yesus menyiratkan bahwa ini bukan waktu yang tepat. Anugerah Allah boleh datang kepada non-Yahudi nanti pada waktunya, tapi pekerjaan Yesus sekarang adalah untuk Yahudi, untuk “anak-anak.” Yesus tidak bermaksud mengatakan “sama sekali tidak” melainkan “belum waktunya”. Cerita Injil ini mengajari kita suatu teologi sentral yang tidak terlalu diperhatikan. Apakah Tuhan Allah dapat ditawar untuk mengubah keputusan-Nya? Dalam Bil. 23:19 “Allah bukanlah manusia, sehingga Ia berdusta. Bukan anak manusia, sehingga Ia menyesal. Masakan Ia berfirman dan tidak melakukannya, atau berbicara dan tidak menepatinya?” Namun selain dalam kasus perempuan Siro-Fenisia ini, Alkitab ternyata memberikan data tentang kasus-kasus sejenis. Ketika Kasus Sodom dan Gomora, lima kali Abraham menawar keputusan Allah dan Allah menerima tawaran itu. (Kej.18:16-33). Lainnya dalam Kasus Niniwe, karena Niniwe bertobat Allah batal melaksanakan keputusan-Nya menunggang-balikkan Niniwe (Yun. 3:9-10).

Kerendahan-Hati dan Kegigihan

Apakah lulus tes atau menang argumen, tidaklah lebih penting ketimbang kenyataan yang terpampang bahwa perempuan ini memiliki kerendahan-hati. kata-kata (logos) perempuan ini mengandung kearifan teologis kerendahan-hati. Rupanya dia paham betul anugerah berkelimpahan yang tersedia pada Yesus. Jadi mungkin dalam hatinya ia berkata, “Ayolah anak-anak kalian makan sepuasnya, makanlah sampai benar-benar kenyang. Kalian toh tidak akan dapat menghabiskan semuanya.” Kita ingat ketika Yesus memberi makan 5000 orang berapa banyak sisa yang dikumpulkan? 12 bakul remah-remah! Kelebihan dari kelimpahan itu pasti akan mulai berjatuhan. Perempuan ini tampaknya sangat paham. Bahkan sampai hari ini pun di restoran-restoran all you can eat, para pramusaji selalu harus mengumpulkan sisa-sisa, karena para tamu tidak sanggup menghabiskan makanannya. Andaikata kita boleh memparafrasekan ungkapan hati perempuan ini, boleh jadi dia akan berkata, “Tuhan aku tidak minta diperlakukan selaku anak-anak itu. Tuhan aku tidak minta duduk di meja makan. Puteriku sedang sakit dan sengsara. Yang aku butuhkan hanyalah remah-remah, itu sudah cukup bagiku, tapi aku membutuhkannya sekarang. Tuhan Kau pasti mengerti, selaku ibunda puteri yang sakit, aku tidak dapat menunggu. Bukankah cinta-kasih orangtua seperti ini juga adalah anugerah-Mu.”
Saya pribadi sangat paham akan apa yang dirasakan sosok perempuan ini. Kita juga tidak berharap keistimewaan di meja makan. Sebab remah-remah saja sudah cukup. Ketika kebaktian emeritasi saya dilangsungkan Januari 2012, saya memilih tema: “Lebih Daripada Sekadar Remah-Remah.” Dengan itu mau saya katakan bahwa remah-remah saja sudah cukup buat saya. Tetapi Tuhan telah memberi saya lebih dari sekadar remah-remah, lebih daripada apa yang cukup. Itulah kelimpahan dari Tuhan bagi orang percaya entah kelimpahan hati, entah keberuntungan materi, entah kekuatan fisikal, entah kekayaan spiritual.

Di mana Kerendahan-hati Kita?

Kita mungkin mengakui bahwa dewasa ini, kerendahan-hati adalah barang yang langka. Seolah-olah barang mewah yang tidak terbeli banyak orang. Nyaris setiap orang dalam masyarakat dan komunitas kita terkesan lahir dengan kemampuan tinggi-hati. Artinya tanpa diajari lagi setiap orang sudah mempunyai kapasitas untuk tinggi-hati dan jauh dari rendah-hati.
Ada empat orang ibu kumpul membanggakan anak masing-masing. Ibu pertama berkata: “putera saya seorang duta besar. Kalau dia masuk ruangan semua orang menyapanya – “O My Excellency.” Ibu kedua berkata: “putera saya seorang bushop (uskup). Kalau dia masuk ruangan semua orang menyapa – “O My Eminence.” Ibu ketiga berkata: “Putera saya berdarah bangsawan. Kalau dia masuk ruangan semua orang menyapa – “O My Highness.” Ibu keempat jadi bingung karena semua ibu punya putera bagus-bagus. Jadi dengan pasrah dia menjelaskan. Putera saya bukan dubes, bukan bishop, bukan bangsawan, bukan siapa-siapa! Malahan badannya pendek, perutnya gendut, kulitnya hitam, kepalanya botak dan matanya terlalu besar. Namun kalau dia masuk ruangan semua orang berteriak – “Oooh my God!” Jadi siapa dari keempat ibu itu yang puteranya paling hebat? Dubes, bishop dan bangsawan tak ada yang dapat menandingi God.
Namun bukan dewasa ini saja kerendahan-hati merupakan barang langka. Sejak zaman Alkitab juga ada banyak orang yang tinggi-hati. Oleh karena itu, berulangkali Firman Allah menekankan keberpihakan Allah kepada mereka yang rendah-hati. Dalam Kitab Ayub misalnya dituliskan “Karena Allah merendahkan orang yang angkuh tetapi menyelamatkan orang yang menundukkan kepala!”(Ayub 22:29). Bahkan Yesus sendiri memperlihatkan teladan merendah yang mengherankan, karena “walaupun dalam rupa Allah, tidak menganggap kesetaraan dengan Allah itu sebagai milik yang harus dipertahankan, melainkan telah mengosongkan diri-Nya sendiri, dan mengambil rupa seorang hamba, dan menjadi sama dengan manusia. (Filipi 2:7).
Kerendahan-hati adalah anugerah besar. Dengan kerendahan-hati pikiran menjadi tenteram, jiwa menjadi tenang, ambisi dan emosi menjadi reda, mata-hati menjadi terang. Penulis Surat Timotius mencatat, “Perkataan ini benar dan patut diterima sepenuhnya: ‘Kristus Yesus datang ke dunia untuk menyelamatkan orang berdosa,’ dan di antara mereka akulah yang paling berdosa.”(1:Tim 1:15).
Kalau ada orang yang jelas-jelas rendah-hati muncul di hadapan kita, saya mengalaminya beberapa kali, maka kita terpesona sebab kehadiran sosok demikian bukanlah pengalaman yang ada setiap hari. Kerendahan-hati selalu merupakan prinsip luhur, baik dalam teologi maupun sosial. Sebaliknya kalau ada orang yang pura-pura rendah hati kitapun akan segera tahu. Kepura-puraan tak akan bertahan lama
Jadi dari mana datangnya kerendahan-hati perempuan ini? Perhatikanlah bahwa perempuan ini melakukan upaya yang gigih (dia menolak pergi sampai mendapatkan apa yang ia cari). Lihatlah juga hatinya yang penuh dengan pengharapan (percaya bahwa remah anugerah saja sudah cukup baginya) dan perhatikan juga kepercayaannya yang penuh (dia pergi sendirian meninggalkan rumah dan puterinya yang sakit karena percaya kata-kata Yesus saja akan dapat menyembuhkan puterinya). Semua tekad ini memaknai keberserahan kepada Yesus dan mengharapkan Dia menyembuhkan, memulihkan dan menyelamatkan, baik badan, jiwa maupun roh. Spiritualitas Kristiani memang berisi paradoks. Penyerahan diri dan kegigihan upaya ternyata dapat berjalan bersama-sama.
Kerendahan-hati memang bukan barang murahan. Jika kita rindukan kerendahan-hati yang tidak palsu, kita mesti bersedia mengalami kepahitan, penderitaan, penghinaan, tetapi juga melekatkan diri dengan kepercayaan, keberserahan dan kegigihan seperti perempuan Siro-Fenisia ini. Sekali kerendahan-hati mendarat di hati kita, banyak perubahan segera terjadi dalam diri kita dan sekitar kita.
Juga dalam Injil Markus tersirat hal ini. Sesudah penyembuhan puteri perempuan Siro-Fenisia ini, Yesus pergi ke Danau Galilea, yang berada di tengah-tengah kota Dekapolis (artinya 10 kota). Di situ Yesus bukan saja menyembuhkan orang bisu-tuli, tetapi juga memberi makan 4000 orang dengan sisa makanan 7 bakul. Bahwa peristiwa-peristiwa ini terjadi di Dekapolis menginformasikan perubahan dalam ministri Yesus. Dekapolis umumnya dihuni oleh orang-orang non-Yahudi. Jadi kini Yesus tidak lagi menunggu “waktu yang tepat” untuk berkarya bagi non-Yahudi. Momentum dipercepat. Perjumpaan Yesus dan perempuan Siro-Fenisia yang gigih dan berserah itu, membuat orang-orang non-Yahudi terberkati. Kegigihan dan kerendahan-hati perempuan ini bukan saja menyelamatkan puterinya yang sakit, tetapi juga banyak orang non-Yahudi lain yang bisu-tuli dan lapar.

Catatan Akhir

Sebagai catatan akhir saya mau menyarankan tips untuk mencapai kerendahan-hati. Tip pertama, hati-hatilah dengan pujian orang kepada kita. Pujian itu nyaris seperti mantera. Khasiatnya langsung terasa. Orang yang dipuji selalu merasa senang, bahkan pujian yang jelas-jelas palsupun menimbulkan efek yang sama.  Coba katakan kepada oma-oma: “Oma makin lama makin muda saja.” Lihatlah reaksinya, senang atau tidak? Pujian adalah pupuk yang menyuburkan ketinggian-hati, terutama ketika hasrat dipuji membuat kita ketagihan dan mencari-carinya.
Tip kedua jauh lebih sulit. Hati-hati dengan penghinaan orang terhadap kita. Penghinaan itu juga seperti mantera. Khasiatnya langsung terasa. Orang yang dihina selalu otomatis menjadi murka, bahkan penghinaan dalam humor dan joking pun seringkali menimbulkan efek yang sama. Penghinaan adalah racun bagi kerendahan-hati. Apalagi jika kita ketagihan membalas penghinaan orang dan mulai mengada-ada. Belajarlah dari sosok perempuan Siro-Fenisia ini. Perkenankan saya hari ini mengangkat perempuan tersebut menjadi the woman of the day!

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *