Aku Berseru Kepada-Mu
Oleh: Pdt. Nathanael Channing
Mazmur 17:1-15
Kapan kita berseru? Tentu pada saat kita butuh pertolongan dan meminta atau menyuruh orang lain melakukan sesuatu bagi kita. Berseru bisa diucapkan dengan suara lantang atau lemah lembut, tergantung situasi dan kondisi orang tersebut. Demikian juga ketika kita berseru kepada Tuhan, kita bisa mengutarakannya dengan suara lantang, tetapi juga bisa dengan lemah lembut, lirih bahkan nyaris tak terdengar karena tubuh kita lemah. Pada saat kita tidak berdaya, sakit, dan dalam kesesakan, kita pasti terus berseru kepada-Nya. Namun, seruan bisa juga merupakan ungkapan sukacita dengan sorak-sorai. Berseru ternyata merupakan sarana yang Tuhan berikan kepada kita untuk datang kepada-Nya. Itulah yang dikatakan oleh pemazmur, “Aku berseru kepada-Mu, karena Engkau menjawab aku, ya Allah; sendengkanlah telinga-Mu kepadaku, dengarkanlah perkataanku” (Mazmur 17:6). Daud berseru kepada Tuhan, dan Dia menjawab dengan jelas. Tetapi, pertanyaan dan seruan manakah yang dijawab oleh-Nya? Karena bukan setiap pertanyaan dan seruan kita dijawab oleh Allah, bukan? Apa yang kita serukan kepada Tuhan memang perlu kita pikirkan dan kaji ulang karena Tuhan sudah memberikan pikiran dan hikmat kepada kita. Terkadang seruan kita tidak dijawab oleh-Nya karena sebenarnya kita sudah mengetahui jawabannya.