Kasih Setia Allah
Oleh: Vivi M. Rahayu
Hosea 3:1-5
Pendahuluan
Saudara, saya pernah melakukan survei informal kepada beberapa teman pria. Saya memilih beberapa orang dengan berbagai macam karakter dan kepribadian, yang saya rasa cukup mewakili. Saya ingin tahu tanggapan mereka mengenai apa yang mereka rasakan jika mereka dikhianati dan akankah mereka mau mengasihi kembali orang yang telah mengkhianati mereka itu. Inilah jawabannya. Para filsuf menjawab, “Tidak tahu karena saya tidak pernah mengalaminya,” “kecewa dong.” Sanguinis menyatakan, “Nangis seminggu, makan segila-gilanya,” dan “pukul-pukul kasur.” Para plegmatisberpendapat, “Saya ga pernah dikhianati” (karena belum pernah pacaran, Saudara), lalu ada yang menjawab, “Sedih dong pastinya,” “saya akan berdiam diri dan menenangkan diri.” Para melowers menulis demikian, “Marah,” “menjaga jarak dengan orang tersebut,” “tidak makan empat hari,” “nangis empat hari” dan jawaban yang paling melow ialah, “terluka” (gaya Rhoma Irama).
Lalu, bagaimanakah tanggapan mereka tentang pertanyaan kedua saudara, apakah mereka akan mengasihi kembali orang yang telah menghianati mereka? Kebanyakan menjawab, “Tergantung,” “lihat dulu alasannya mengapa dikhianati,” tetapi ada juga yang mengatakan “mau mengasihi kembali orang yang telah mengkhianati.”
Saudara, apa pun jawaban mereka, sesunguhnya tidak ada seorang pun yang mau dikhianati karena pengkhianatan begitu menyakitkan dan melukai hati. Namun, di sinilah kasih itu diuji. Melalui survei ini saya dapat melihat bahwa sebenarnya “kasih”–yang katanya menjadi ciri khas orang Kristen—bukan sesuatu yang mudah dan tetap menjadi pergumulan bagi banyak orang, termasuk para hamba Tuhan. Apalagi, mengasihi orang yang telah mengkhianati kita, jelas tidak mudah.
Namun, pernahkah Saudara berpikir bahwa sehubungan dengan Allah, justru kita sering kali menjadi pengkhianat kasih-Nya? Kenyataan yang tidak dapat dipungkiri adalah bahwa natur dosa yang ada di dalam diri kita, sering kali, membawa kita kepada ketidaksetiaan kepada Allah. Kita sangat rentan jatuh dalam lubang dosa. Kasih kita kepada Allah sering kali begitu mudah beralih kepada hal-hal lain, seperti materi, orang yang kita cintai, atau kepada sesuatu yang menawarkan kenikmatan semu. Bila kita melihat kepada “perselingkuhan” kita, masihkah kita berani berharap bahwa Tuhan akan tetap setia untuk mengasihi kita? Sudah selayaknya kita tidak berharap demikian karena kita menyadari kekotoran diri kita. Namun, yang ajaib, firman Tuhan hari ini mengajarkan kita untuk melihat suatu realita bahwa meski kitatelah berulang kali mengkhianati-Nya, Allah tetap setia mengasihi kita. Inilah berita baik yang membuat kita mempunyai pengharapan besar di dalam Allah.