Site icon

Kesetiaan Yeremia dalam Pelayanan

Kesetiaan Yeremia dalam Kehidupan Pelayanan (Yeremia 1:3-7)

oleh: Jenny Wongka†

 

Yeremia masih sangat muda tatkala menerima panggilan Allah untuk menjadi seorang nabi. Pada waktu itu, Allah menghiburnya dengan berfirman, “Janganlah katakan: aku ini masih muda, tetapi kepada siapa pun engkau Kuutus, haruslah engkau pergi, dan apa pun yang Kuperintahkan kepadamu, haruslah kausampaikan.” Dari pembacaan Alkitab tadi, kita tahu bahwa sejak panggilan Allah atas Yeremia terus berlangsung sampai sesudah Yehuda mengalami masa pembuangan, firman Tuhan datang kepada Yeremia. Maka, jelaslah bagi kita bahwa Yeremia adalah seseorang yang selalu memiliki berita Tuhan, bahkan juga sebagai seorang yang setia dan berani untuk meneruskan berita Tuhan.

Saya ingin membagikan teladan Yeremia dalam hidup pelayanannya

  1. Ketegasan yang Disertai Kasih (4:19, 9:1, 13:17)

Dari kitab Yeremia berulang kali kita membaca nada-nada tegas, serius, dan keras yang berisi teguran nabi terhadap bangsanya. Dengan terus terang Yeremia mengecam ketidak-benaran, kedurhakaan, perzinahan rohani, penindasan mereka atas fakir miskin yang ada. Namun, tatkala membaca 3 ayat (4:19, 9:1, 13:17) ini, kita segera tahu bahwa ketegasan teguran Nabi Yeremia itu disertai dengan kasih terhadap mereka. Ia telah mencucurkan air mata karena mereka, seperti seorang yang sedang kehilangan anggota keluarga yang meninggal. Ia berkata, “Aduh, dadaku, dadaku! Aku menggeliat sakit! Aduh, dingin jantungku! Jantungku berdevar-debar, aku tidak dapat berdiam diri ….” Ayat yang lain lagi berbunyi, “Sekiranya kepalaku penuh air, dan mataku jadi pancuran air mata, maka siang malam aku akan menangisi orang-orang puteri bangsaku yang terbunuh!” “Jika kamu tidak mau mendengarkannya, aku akan menangis di tempat yang tersembunyi oleh karena kesombonganmu.” Ungkapan ayat-ayat ini jelas sekali bagi kita, bahwa dengan landasan kasih Yeremia menegur umatnya. Bagi saya, Yeremia bukanlah seorang yang selalu cemas tak menentu sehingga ia harus segera menegur dosa mereka. Ia juga bukan tipe orang yang gemar menegur orang dengan kecaman pedas, melainkan menegur karena sudah melihat sikap dari ketegartengkukan hati umatnya yang tidak mau sadar dan tetap berperilaku yang bisa membangkitkan murka Tuhan. Yeremia mau tidak mau dengan sangat keras menegur mereka, dengan harapan mereka segera bertobat agar Tuhan tidak menghukum mereka.

Inilah sikap yang harus dimiliki oleh seorang yang ingin menegur orang lain. Renungkan terlebih dahulu: jikalau saya tidak sungguh-sungguh mengasihi orang yang akan saya tegur itu, maka saya tidak berhak menegurnya. Ketika kita hanya membawa rasa marah tanpa perasaan sedih atas kelakuan orang itu, maka teguran kita itu bersifat mematikan. Tuhan kita adalah Pribadi yang paling berhak menegur kesalahan manusia, sebab Dia adalah Pribadi yang tanpa dosa dan di dalam diri-Nya penuh dengan kasih dan belas kasihan.

Tatkala umat Israel jatuh dalam dosa dengan membuat patung lembu emas di kaki Gunung Sinai, dengan sangat marah Musa menegur mereka, namun kemudian ia datang di hadapan Tuhan sambil berseru, “Tetapi sekarang, kiranya Engkau mengampuni dosa mereka itu – dan jika tidak, hapuskanlah kiranya namaku dari dalam kitab yang Kautulis” (Keluaran 32:32). Musa adalah sungguh seorang hamba yang ditetapkan Tuhan untuk menegur umatnya, sebab Tuhan tahu bahwa Musa sangat mengasihi umatnya. Tuhan tidak pernah memanggil seorang yang congkak, tanpa kasih dan belas kasihan untuk menegur orang.

 

2. Kesetiaan Disertai Hati yang Tanpa Ragu (37:16-21, 38:6-18)

Dua perikop ini mencatat kondisi Yeremia saat dijebloskan ke dalam penjara. Marilah kita meneliti lebih dulu isi pemberitaan Yeremia yang berupa imbauan kepada Kerajaan Yehuda  untuk segera bertobat kepada Tuhan, agar mereka bisa luput dari malapetaka kehancuran kerajaan. Jika tidak bertobat, mereka harus menyerah kepada orang Babel—inilah hukuman Tuhan kepada mereka. Pemberitaan serupa ini sulit sekali untuk disampaikan, sebab bisa jadi ia disangka sebagai pengkhianat bangsa. Ketika itu orang Yehuda tidak sudi untuk bertobat dan juga tidak mau menyerah kepada Babel. Sikap ini tepat seperti seorang anak yang sudah berbuat salah: bukan Cuma tidak mau mengaku, ia juga tidak mau menerima hukuman ayahnya. Terbukti dari harapan mereka terhadap para laskar Mesir, yang akan menolong mereka menentang Babel. Ketika itu, kota Yerusalem sudah dikepung oleh laskar Babel, kehancuran Kerajaan Yehuda sudah di depan mata. Namun berhubung laskar Babel dihadang oleh Mesir sehingga mereka terpaksa untuk sementara waktu meninggalkan Yerusalem, kondisi ini bagi orang Yehuda dilihat sebagai bukti  bahwa penyelamatan atas diri mereka bisa diraih dari pertolongan Mesir. Tampillah Yeremia mengingatkan umatnya dengan bernubuat bahwa laskar Mesir akan pergi, Yerusalem akan dihancurkan oleh Babel. Jika segenap rakyat Yehuda menyerah kepada Babel, kesengsaraan mereka akan berkurang. Para pemimpin Kerajaan Yehuda berpendapat bahwa anjuran Yeremia ini hanya demi kepentingan pribadinya, maka ia pun  dipenjarakan. Kemudian pasal 38 jelas mencatat tentang kondisi penjara yang sungguh-sungguh memprihatinkan. Penjara itu berupa sebuah perigi yang dalam, dasar perigi itu adalah lumpur. Si terhukum diturunkan dengan seutas tali ke bawah! Yeremia telah ditahan selama beberapa hari lamanya, nyaris mati, namun tepat waktu itu pula dengan cara yang ajaib Tuhan menyelamatkannya. Tiba-tiba timbul rasa ingin tahu Raja Zedekia atas apa yang difirmankan Tuhan kepada Yeremia, maka ia pun segera dipanggil menghadap. Yeremia menyampaikan secara tepat apa yang Tuhan firmankan, sambil memohon kepada raja agar ia dilepaskan dari penjara. Akibatnya, Zedekia menahan Yeremia di pelataran penjagaan istana.

Yang menarik untuk kita perhatikan di sini adalah Yeremia mengalami penderitaan yang besar seperti itu, lalu terbuka kesempatan untuk menghadap raja di istana, namun tatkala Raja Zedekia menanyakan kepadanya tentang firman Tuhan, ia tidak berdiplomasi untuk memberikan jawaban yang disukai raja. Sebaliknya, dengan sangat jujur dan tegas ia mengatakan, “Tuhan akan menyerahkan engkau ke dalam tangan Babel ….” Kemudian barulah ia memohon agar dilepaskan dari penjara. Sangatlah manusiawi apabila demi keselamatan diri sendiri, Yeremia tergoda untuk menyampaikan berita yang disukai Zedekia, namun saat itu ia justru menyampaikan berita dari Tuhan sendiri. Puji Tuhan! Yeremia mengutamakan Tuhan. Dengan kata lain, berita Tuhan disampaikan terlebih dahulu, kemudian barulah ia memohon untuk melepaskan dia dari penjara itu agar jangan sanpai ia mati di sana. Dari permintaan ini, kita tahu bahwa kondisi penjara bawah tanah itu sungguh buruk dan mematikan. Pengalaman ngeri dalam kondisi di penjara itu tidak menciutkan hati Yeremia sehingga menahan diri untuk tidak menyampaikan firman Tuhan kepada Zedekia. Kesetiaan yang disertai hati yang tanpa ragu sedikit pun membuat penyelamatan Tuhan dengan cara yang unik dan ajaib terjadi atasnya.

Para pemimpin Yehuda tidak sudi jika Yeremia dipindahkan ke pelataran penjagaan istana. Kemudian mereka sepakat mendesak Zedekia untuk memasukkan Yeremia ke penjara bawah tanah, dengan maksud untuk membiarkannya mati di sana. Yeremia mengalami dua kali penderitaan yang menakutkan. Kali ini ia mendapat perlakuan yang lebih tidak manusiawi. Ia tidak diberi makanan sehingga menjadi sangat lemah dan nyaris mati. Tuhan mulai bertindak dengan menggerakkan sida-sida yang tinggal di istana raja, yakni Ebed-Melekh memohonkan belas kasihan Zedekia agar Yeremia sekali lagi dilepaskan. Kepadanya Zedekia sekali lagi menanyakan nasib kerajaan Yehuda. Dua kali pengalaman penderitaan yang sangat dahsyat itu tidak menggoyahkan kesetiaan Yeremia, tidak membuatnya memoles isi berita Allah kepada raja.

 

  1. Isi Berita yang Tidak Berubah (4:1,14-18, 5:19, 7:3-7, 8:5-6, 16:10-14, 18:11-12, 21:8-16)

Dari pasal 2 hingga 44 kitab Yeremia, kita membaca nubuat Tuhan melalui mulutnya atas Kerajaan Yehuda. Hampir tidak ada hal yang baru dalam isi nubuat itu, bolak-balik hanya berupa seruan untuk segera meninggalkan dosa dan kembali kepada Tuhan, atau menerima hukuman Tuhan dengan menyerah kepada Babel. Kalau kita membaca sambil mencermati isi kitab ini, maka apa yang disampaikan itu berupa berita repetisi. Dalam masa 40 tahun pelayanan Yeremia, ia berulang kali menyampaikan berita yang sama; tidak sudi menyampaikan berita lain yang bukan dari Tuhan. Kendati diperhadapkan dengan kesalahpahaman orang bahwa ia pengkhianat bangsa, ia tetap teguh dan tidak sudi  mengubah isi beritanya. Di tengah penderitaan fisik akibat pemberitaannya, ia masih tetap setia menyampaikan isi berita yang sama. Ia juga tidak terlalu memedulikan kritik orang yang mungkin mengatakan ia sudah kehabisan bahan khotbah. Ia tidak berkhotbah dengan memikirkan selera para pendengarnya, melainkan hanya menyampaikan berita dari Tuhan. Yang paling mengkhawatirkan para pendeta dan penginjil sebagai pemberita firman dewasa ini ialah: komentar anggota jemaatnya bahwa ia sudah kehabisan bahan khotbah, sehingga mereka sering tergoda untuk menyampaikan teori atau kisah yang aneh-aneh atau yang spektakuler atau ada yang cenderung untuk menjadi pelawak di sepanjang jam kebaktian. Padahal belum tentu itulah berita yang ingin Tuhan sampaikan melaluinya. Marilah kita melihat teladan Yeremia di sini, kendati firman Tuhan selalu datang kepada Yeremia, namun yang menjadi penegasan untuk orang Yehuda tidak lain adalah seruan untuk bertobat dengan sungguh-sungguh supaya Tuhan meluputkan mereka dari malapetaka. Bila tidak, mereka harus menyerahkan diri kepada Babel, menerima penderitaan akibat hukuman atas dosa mereka sendiri. Isi berita yang sama ini terus diulangi Yeremia dengan segala ketulusan hati, ia tidak pernah takut umatnya menjadi bosan dengan berita ini. Ia tidak menambahkan maupun mengurangi sedikit pun isi berita nubuat ini.

Dalam perenungan saya atas tokoh Yeremia ini, saya menemukan bahwa pribadi Yeremia telah menyingkapkan dua kelemahan yang ada pada hamba Tuhan maupun orang Kristen dewasa ini:

(1) Ia tetap mempertahankan prinsip firman Tuhan di atas jiwa nasionalistis

Dewasa ini banyak hamba Tuhan maupun orang Kristen awam mudah sekali melontarkan pengakuan bahwa ia mengasihi Tuhan lebih daripada bangsa dan negaranya, namun sesungguhnya ia tidak mengasihi Tuhan maupun negaranya, ia hanya mengasihi dirinya sendiri. Karena kekhawatiran bahwa jika dengan tetap mempertahankan prinsip Alkitab, ia akan dinilai orang tidak cinta negaranya atau dicap sebagai orang yang berpikiran kolot atau kuno, maka ia langsung saja menolak prinsip Alkitab, lalu menerima prinsip yang digemari oleh mayoritas. Coba perhatikan: Yeremia bukanlah seorang yang tidak mengasihi bangsa dan negaranya. Faktanya, ia sangat mengasihi dan amat prihatin pada kondisi negara dan umatnya. Dengan sangat sedih ia meratapi kondisi umatnya. Kasih Yeremia atas bangsa dan negaranya diwujudkan berdasarkan kehendak Allah, sedangkan orang Yehuda saat itu menilai nasionalistis seseorang berdasarkan cara pandang mereka sendiri, bahkan mengecam Yeremia sebagai orang yang tidak nasionalis,

(2) Di dalam hal mendengarkan atau memberitakan firman Tuhan, janganlah menjadi bosan dengan isi berita yang sama.

Inilah kelemahan jemaat yang sangat umum dewasa ini. Nabi Yeremia berulang kali menyampaikan isi berita yang sama. Sebagai pemberita firman Tuhan, bila kita tahu bahwa inilah firman Tuhan yang Tuhan kehendaki untuk disampaikan, apakah cukup bila firman itu disampaikan hanya sekali? Apakah bagian firman Tuhan ini hanya untuk kota tertentu saja? Tidak demikian, bukan? Kita harus menyampaikan kepada semua orang, di segala tempat. Firman yang kita dengar atau sampaikan bukanlah atas dasar selera kita, melainkan kita harus senantiasa bersikap: apa yang Tuhan ingin untuk saya terima melalui pemberitaan firman-Nya, atau apa yang Tuhan ingin untuk saya sampaikan kepada anak-anak Tuhan lewat khotbah ini?

 

  1. Kesediaan Yeremia Menjadi Alat Peraga dalam Pemberitaannya (16:2-9; 27:2-5; bdk. 13:1-7; 18:1-6; 19:1,10-11).

Dua perikop Alkitab ini memperlihatkan kepada kita bahwa demi untuk menjalankan perintah Tuhan, dalam konteks menyampaikan berita Tuhan kepada umatnya, Yeremia harus juga bersedia untuk membiarkan dirinya sebagai alat peraga, sehingga peringatan Tuhan atas umatnya lebih berkesan hidup dan masuk dalam hati mereka. Perikop dalam pasal 16 ini menyatakan bahwa Tuhan tidak memperbolehkan Yeremia untuk menikah dan beranak pinak. Hal ini dipakai sebagai simbol kondisi kesepian umatnya yang durhaka kepada Tuhan. Kemudian Tuhan berpesan kepada Yeremia dalam perikop kedua (pasal 27) untuk membuat tali pengikat dan gandar, lalu dipasang pada tengkuknya, sebagai simbol bahwa orang Yehuda akan berada di bawah kekuasaan Babel. Kita tentu ingat pada hal yang sama yang dialami oleh Nabi Yehezkiel, yang mengalami betapa dirinya berulang kali dipakai sebagai alat peraga dalam menyampaikan peringatan Tuhan kepada umat-Nya, misalnya ia harus berbaring ke arah kiri selama 390 hari, ke mudian ke arah kanan selama 40 hari. Selama memperagakan peringatan Tuhan ini, tiap hari ia hidup hanya dengan sedikit makanan, bahkan roti jelai bundar yang dimakan itu harus dibakar di atas kotoran manusia yang sudah kering (Yeremia 4:5-12). Perhatikan dua nabi ini, seberapa besar harga yang harus mereka bayar untuk menjadi simbol atau alat peraga peringatan Tuhan kepada umatnya.

Orang Kristen, apalagi rohaniwan dewasa ini juga sepatutnya menjadi simbol atau alat peraga kasih, kesucian, dan keadilan Allah bagi dunia ini. Melalui diri kita inilah, keindahan dan kelimpahan berkat Tuhan itu disalurkan. Di sisi lain, kita juga merupakan alat peraga untuk menyampaikan peringatan bagi orang yang senang berkancah dalam dosa, agar mereka segera bertobat. Namun, bila kita mau jujur, mungkin fungsi kita sebagai alat peraga Tuhan belum 100% kita terapkan. Bukannya Tuhan tidak mau memakai kita, melainkan kita terlalu sering ogah-ogahan untuk mematuhi tuntutan Tuhan karena tidak sudi membayar dengan harga yang mahal. Yang paling celaka adalah mungkin saya ini telah menjadi simbol rohaniwan yang tamak atau gila hormat yang selalu mencari keuntungan pribadi melalui menjual firman!

 

  1. Yeremia Mendapat Pengakuan Konstan Orang Atas Kenabiannya (21:1-2, 37:17,  38:14,16,  42:1-2).

Walaupun ketika itu orang-orang menolak pemberitaan Yeremia, namun ada suatu hal yang sangat aneh tapi nyata terjadi:  hati umat itu tidak pernah merasa damai, mereka mencemaskan hari depan, sehingga dalam kondisi yang tiada kepastian inilah, mereka selalu datang bertanya kepada Yeremia. Di satu pihak, Raja Zedekia tidak sudi untuk menyerah kepada Babel, di pihak lain ia sangat takut kepada bawahannya. Namun di saat yang kritis, ia tetap meminta nasihat Yeremia. Perwira Yehuda yang bernama Yohanan bin Kareah memang tidak tulus dalam mematuhi berita yang disampaikan oleh Yeremia, namun tatkala ia berniat untuk membawa kaum remnant Yehuda ini ke Mesir, ia berlagak rendah hati untuk menanyakan nasihat kepada Yeremia. Semuanya ini membuktikan satu hal: Jelaslah bahwa Yeremia mendapat tantangan dari umatnya, mulai dari raja, para perwira, bahkan rakyat biasa. Namun jauh di lubuk hati, mereka tetap respek kepada Yeremia, ada pengakuan diam-diam namun konstan bahwa Yeremia adalah seorang nabi Tuhan. Walaupun perkataan yang diucapkan Yeremia selalu  pedas, menyakitkan, dan menggusarkan hati mereka, hati nurani mereka mengakui bahwa Yeremia adalah seorang abdi Tuhan yang setia!

Jelaslah ia adalah seorang pemberita firman yang setia walaupun firman Tuhan yang diberitakannya ditolak orang, bahkan orang menjadi gusar dengan berita itu. Jangan khawatir, sesungguhnya manakala mereka merenungkan kembali, akan keluar pengakuan bahwa inilah pelayan Tuhan yang sejati! Pemberitaannya sungguh benar!

Sebagai orang Kristen, sebagai pelayan firman Tuhan untuk zaman ini, apakah bisa dijamin bahwa kesaksian hidup maupun pemberitaan kita diterima orang banyak? Belum tentu! Respons yang pasti ialah penolakan, iri hati rekan, fitnahan, atau sikap permusuhan yang menyakitkan. Namun, jangan kita menjadi ciut hati atau kecewa dengan semua respons dan sikap ini. Sebab setelah semuanya ini berlalu, dalam hati nurani mereka, dalam perenungan pribadi orang-orang itu, sesungguhnya muncul pengakuan senyap, “Inilah orang Kristen atau pelayan Tuhan yang sejati!” Siapa tahu, pada suatu hari nanti dalam ketidaktenteraman hatinya, orang-orang itu justru datang menjumpai Anda untuk meminta nasihat rohani!

 

Kesimpulan

Sebuah ilustrasi yang dipakai Charles Spurgeon dalam khotbahnya berkenaan dengan kesetiaan akan saya bagikan kepada Anda sebagai penutup perenungan kita:

Pada masa kanak-kanaknya Mr. Cecil yang waktu itu kira-kira berusia 9 tahun berjalan menuju luar kota bersama ayahnya. Tatkala sampai di pintu gerbang luar kota, sang ayah berkata, “Anakku, banyak urusan ayah di kota tetangga itu, jangan ke mana-mana dan berdirilah di sini sambil menunggu ayah pulang!” Begitu banyaknya urusan ditambah dengan perjumpaan dengan beberapa kawan lama di kota itu, sang ayah lupa sama sekali pada putranya. Dengan sangat letih sang ayah bergegas pulang, menumpang kereta kuda orang lain. Akhirnya ia tiba di rumah sekitar pukul 9:00 malam. Setelah mandi, sang ayah mencari anaknya sambil berteriak, “Richard! kemarilah, ayah ingin cerita tentang kisah menarik dari kota tetangga!” Oh, seketika itu pula sang ayah sadar bahwa anaknya tidak ada di rumah, ia segera kembali sambil berlari menuju pintu gerbang luar kota. Akhirnya ia menemukan putranya yang sedang duduk tepat di tempat ia meninggalkannya sejak tadi pagi!

Kesetiaan dan kepatuhan Richard pada perkataan sang ayah kiranya menjadi cermin untuk melihat atau menilai seberapa jauhkah kesetiaan dan kepatuhan kita pada perkataan Tuhan, yang jelas beda dengan sang ayah tadi yang bisa letih bahkan melupakan anaknya. Tuhan yang tidak pernah mengantuk dan terlelap itu sudah memanggil saya dan Anda sebagai rekan kerjanya, setiakah kita untuk melaksanakan amanat-Nya pada posisi kita masing-masing? Semoga Tuhan memberkati firman yang sudah kita dengarkan, terlebih memampukan kita untuk menjadi pelaku firman dalam kehidupan sehari-hari kita masing-masing, baik dalam kehidupan studi maupun pelayanan kita hari ini, bahkan sampai kita berjumpa dengan Tuhan. A M I N !

Exit mobile version