Perkataan yang Tepat
Oleh: Pdt. Nathanael Channing
“Perkataan yang diucapkan tepat pada waktunya adalah seperti buah apel emas di pinggan perak.” (Amsal 25:11)
Sebelum kebaktian dimulai, para penatua, majelis jemaat bersama hamba Tuhan atau pendeta yang akan melayani kebaktian tersebut selalu berkumpul lebih dulu. Sebelum berdoa, semua penatua selain mengatur tugas pelayanan, ada juga yang saling berbicara tentang apa pun. Kemudian, masuklah seorang penatua yang sudah lama tidak melayani. Sudah hampir lima bulan ia tidak pernah terlihat berada di gereja. Lalu, seorang majelis menyambut rekannya itu dengan bahasa yang semua orang juga sering mengatakannya, “Hai, apa kabar John, tumben tugas, apa karena mau Perjamuan Kudus, mengaku dosa ya karena sudah lama tidak bertugas?” Dengan tenang John menjawab, “Iya, saya sudah lama tidak tugas karena ada pergumulan yang berat, empat bulan yang lalu saya mengalami PHK besar-besaran di perusahaan saya. Saya salah satu yang senior, akhirnya kena PHK juga. Sekarang saya jadi ‘pengacara’ (pengangguran banyak acara).”
Tak lama kemudian Pak Petrus menyambut, “Pak John, saya tahu ada perusahaan yang mencari pekerja, jam kerjanya tidak panjang, beberapa jam saja, dan yang menarik, karyawannya dibayar dengan dolar Amerika.” Dengan penuh semangat Pak John bertanya, “Perusahaan apa itu? Di mana alamatnya? Kapan segera bisa menghubunginya? Itu pekerjaan apa?” Dengan enteng Pak Petrus menjawab, “Perusahaan itu di Taman Safari, Prigen. Tidak jauh dari Surabaya, ‘kan? Lalu, apa kerjanya? Pak John mau?” kata Petrus. “Tentu,” jawab Pak John dengan antusias, “daripada nganggur.” “Pekerjaannya adalah menyikati gigi macan,” ternyata sedari tadi Pak Petrus hanya bermaksud bergurau. Apa yang terjadi selanjutnya? Mendengar itu, Pak John langsung “naik darah” dan pulang. Semua orang yang ada di situ sangat terkejut karena ternyata masalah pekerjaan sangat sensitif bagi Pak John yang baru saja kena PHK. Sementara Pak Petrus tenang-tenang saja karena ia biasa berbicara ceplas ceplos, asal bunyi tanpa pikir panjang.
Tindakan asal bicara ternyata meninggalkan permasalahan yang cukup panjang karena gereja harus berusaha mengembalikan Pak John agar mau melayani kembali. Permasalahannya adalah munculnya ungkapan-ungkapan yang memang sedari awal sudah tidak menunjang, seperti rekan-rekannya yang mengatakan “tumben” datang ke pelayanan lagi, kemudian berlanjut dengan masalah seperti di atas. Butuh waktu lama, sekitar empat bulan, untuk membereskan masalah itu hingga pulih dengan baik. Dari mana pemulihannya? Tak lain melalui persekutuan anggota majelis jemaat. Persekutuan itu tak henti-hentinya mendoakan Pak John meskipun yang bersangkutan tidak hadir. Suatu kali Pak John datang ke persekutuan itu dan teman-teman lainnya sudah tak lagi memakai kata “tumben” untuk menyambut kedatangan Pak John, tetapi mereka serempak berseru, “Puji Tuhan, Tuhan sudah mendengar Doa kami karena Pak John datang!” Lalu dijelaskan bahwa setiap pertemuan dalam persekutuan selalu mendoakan agar Pak John kembali hadir. Dengan demikian, kehadiran Pak John menandakan bahwa Tuhan mendengarkan doa mereka. Mendengar kalimat itu, Pak John merasa benar-benar dikuatkan! Tepat kata Amsal, “Perkataan yang tepat waktunya, seperti buah apel emas ditaruh di pinggan perak.” Perkataan itu memberikan kekuatan dan semangat hidup baru di dalam Tuhan. Amin.