Site icon

Dari Mana Kesalahan Itu?

Dari Mana Kesalahan Itu?

Oleh: Pdt. Nathanael Channing

Yohanes 8:37-47

Ada sebuah lelucon yang membuat kita tertawa. Alkisah seorang Madura bepergian ke Jakarta. Sesampainya di Tugu Monas ia bertanya kepada seorang Jawa yang sama-sama berada di Monas, “Pak, saya mau tanya, siapa yang punya tugu Monas itu. Ia pasti kaya sekali karena puncaknya dilapisi emas.” Orang Jawa itu menjawab, “Kirangan.” Mereka berdua akhirnya bersahabat dan melanjutkan perjalanan ke Taman Mini Indonesia Indah (TMII). Mereka bangga sekali dengan miniatur-miniatur rumah adat yang ada di seluruh Indonesia. Lalu, orang Madura tadi kembali bertanya, “Pak, siapa yang punya TMII yang indah ini ya? Tanahnya begitu luas dan ada ratusan rumah di sini. Sungguh  ia pasti kaya luar biasa!” Sahabat yang baru dikenalnya di Monas itu menjawab, “Kirangan, Pak.” Orang Madura itu menjadi sangat bangga terhadap Bapak “Kirangan” yang sangat  kaya raya itu. Setelah mereka makan siang dan keluar dari TMII, mereka berpapasan dengan iring-iringan kedukaan yang sedang mengusung jenazah seorang pemuda ke tempat pemakaman. Banyak orang yang ikut melayat. Orang Madura itu bertanya kembali, “Pak, siapa yang meninggal itu? Kasihan sekali, masih muda, dan orangtuanya juga terus menangis sepanjang jalan.” Orang Jawa itu menjawab tegas, “Kirangan.” Betapa terkejutnya orang Madura tadi, lalu dengan spontan ia berteriak, “Aduh, kasihan sekali … masih muda, punya Tugu Monas dan TMII, tapi sayang, umurnya pendek.”

Ketika saya mendengar cerita anak saya ini, saya terpingkal-pingkal. Dalam lelucon itu sebenarnya tersirat pelajaran yang baik, yakni kesalahan dimulai dari ketidakmengertian. Jelas, dari lelucon tersebut, orang Madura itu tidak mengerti arti kata ”kirangan” yang disampaikan oleh orang Jawa tadi, dan sebaliknya orang Jawa itu pun tidak mengerti kalau orang Madura itu tidak tahu arti kata tersebut. “Kirangan” yang dikira nama orang, ternyata berarti “tidak tahu”!

Bukankah dalam berkomunikasi dengan orang lain, ada hal-hal yang sering tidak kita mengerti dengan baik sehingga menimbulkan kesalahan? Mungkin kita berkata bahwa kita sudah mendengar dengan baik. Betul, tetapi orang yang mendengar belum tentu dapat mengerti dengan baik. Atau ada orang yang memang tidak mau mengerti. Jika hal ini terjadi, maka kesalahan sudah dibuat. Bukankah kesalahan dimulai dari ketidakmengertian?

Tuhan Yesus berkata, “Apakah sebabnya kamu tidak mengerti bahasa-Ku? Sebab kamu tidak dapat menangkap firman-Ku” (Yohanes 8:43). Tuhan Yesus memperingatkan orang banyak yang mendengar ajaran-Nya agar mereka benar-benar terus belajar untuk mengerti apa yang dikatakan-Nya. Jika tidak, maka firman Tuhan itu juga tidak dapat dimengerti dengan baik. Belajar mengerti “bahasa” yang disampaikan menjadi kunci keberhasilan sebuah komunikasi dengan baik. Marilah kita terus mengembangkan kemampuan untuk mengerti dengan baik. Amin.

Pokok Doa:

  1. Tuhan, ajarlah aku mengerti kebenaran-kebenaran firman–Mu dalam hidupku sehingga kebenaran itu menuntun langkah-langkah hidupku. Ya Tuhan, mampukan aku untuk berkomunikasi dengan baik, mampu menyimak setiap kata yang terungkap sehingga tidak terjadi kesalahan dalam berkomunikasi. Mampukan aku menjalin komunikasi yang membangun dan mengasihi.
  2. Ada begitu banyak konflik terjadi di dalam kehidupan pelayanan akibat salah komunikasi. Tuhan, tolonglah kami, para pelayan-Mu, gereja-Mu, dan semua aktivisnya ketika terjadi salah komunikasi, praduga yang negatif, dan lebih banyak sikap curiga ketimbang bertanya. Biarlah kasih-Mu senantiasa menyertai seluruh pelayanan anak-anak-Mu.
Exit mobile version