Site icon

Petrus: Mukjizat Terbesar

Petrus: Mukjizat Terbesar

Kis 10:1-48

Pdt. Agus Surjanto

Ketika kita mendengar kata mujizat, maka yang ada dalam bayangan kita mungkin adalah peristiwa ketika Musa membelah Laut Teberau, atau tembok Yerikho yang runtuh ketika dikelilingi orang Israel sambil meniup terompet, atau mungkin juga Lazarus yang bangkit dari kematian. Memang semua hal itu adalah mujizat. Dan mungkin akan sulit untuk mengatakan mana di antara hal-hal tersebut adalah merupakan mujizat yang paling besar, mujizat terbesar. Tetapi kalau kita mengamati semua mujizat yang kelihatan dahsyat itu, maka sebenarnya ada satu kesamaan, yaitu mujizat itu hanya bersifat fenomena jasmani, hanya mengubah hal-hal yang bersifat jasmani.

Dan kalau kita memperhatikan dengan cermat, maka mujizat-mujizat itu sebagian besar ternyata hanya berdampak secara jasmani dan bersifat sementara. Mengapa? Karena yang disentuh adalah hal-hal jasmani dan semua hal yang bersifat jasmani adalah hal yang sementara. Tetapi kalau yang disentuh hal yang rohani, yang di dalam, yang mendorong semua perilaku manusia, maka pasti akan terjadi dampak yang luar biasa, yang jauh lebih menetap, lebih permanen, karena sentuhan rohani akan mengubah cara berpikirnya, konsep hidupnya, seluruh kehidupan orang tersebut. Maka Mujizat Terbesar sebenarnya adalah ketika Berita Injil mengubah hati seseorang.

Dan Mujizat inilah yang sebenarnya harus dikejar oleh semua orang percaya di sepanjang segala zaman. Mujizat Musa membelah Laut Teberau, tidak mampu mengubah orang Israel untuk mempercayai Allah Yahweh sepenuh hati. Hanya beberapa bulan setelah peristiwa itu, orang Israel telah menyembah patung Anak Lembu Emas (Kel 32). Demikian juga setelah Yosua mati, orang Israel menyembah berhala kembali (Hak 2:11). Kebangkitan Lazarus tidak membuat para pemimpin Yahudi percaya, tetapi justru berencana membunuh Tuhan Yesus dan juga Lazarus (Yoh 11:43; 12:9-11). Bayangkan! Orang mati dihidupkan dan ternyata mereka malah ingin membunuh Tuhan Yesus, Si Pembangkit orang mati itu. Tetapi itulah manusia yang hatinya belum diubahkan oleh Berita Injil. Mujizat Terbesar bagi manusia berdosa adalah ketika seluruh keberadaan manusia, rasio, kehendak dan emosi, diubahkan oleh Berita Injil sehingga dari pencinta dosa, menjadi pencinta Tuhan.

Pencinta diri (egois) menjadi pencinta sesama. Hati yang diubahkan inilah yang mampu mengubah dunia menjadi lebih baik. Berita Injil telah mengubah hati semua murid Tuhan. Ketika Petrus dan juga akhirnya semua rasul dan orang percaya menyadari hal ini (Kis 11:18), maka semua orang ini rela bertaruh nyawa untuk memberitakan Berita Keselamatan ini ke seluruh dunia. Dan ke-Kristenan telah mengubah dunia. Tidak terhitung banyaknya produk-produk undang-undang, hukum, gaya hidup, peraturan, dan banyak hal lain lagi di dunia ini, yang dibuat karena prinsip-prinsip ke-Kristenan. Inilah Mujizat Terbesar.

Petrus pada mulanya tidak atau belum menyadari bahwa Berita Injil itulah mujizat terbesar. Karena itu, Petrus, sebagai salah satu murid utama Tuhan Yesus harus disadarkan. Berita Injil ini harus diberitakan bukan hanya kepada orang Yahudi saja, tetapi kepada seluruh dunia, supaya seluruh dunia ikut mengalami Mujizat Terbesar ini. Amanat Agung (Mat 28:16-20) Tuhan Yesus kepada murid-murid sebelum naik ke sorga rupanya belum sepenuhnya dimengerti oleh Petrus dan para rasul sebagai tugas utama mereka. Demikian juga ketika 3000 orang menerima Injil dan dibaptiskan (Kis 2:41), Petrus dan teman-temannya masih belum menyadari tugas utamanya memberitakan Iniil kepada semua orang, karena memang mereka yang dibaptis saat itu semuanya adalah orang-orang Yahudi. Tetapi Tuhan yang mahasabar terus menuntun para rasul, khususnya Petrus, yang dipercaya untuk menggembalakan domba-domba Tuhan Yesus, langkah demi langkah, sehingga akhirnya Petrus mulai menyadari maksud Tuhan. Tuntunan Allah terhadap Petrus bahwa mujizat yang terbesar adalah pertobatan seluruh bangsa, dimulai dari Kis 2 dan diakhiri dalam Kis 10, ketika peristiwa Kornelius menyadarkan Petrus bahwa keselamatan adalah bagi semua bangsa (Kis 10:34-43).

Dalam Kis 2, tanpa menghadirkan Tuhan yang bangkit, Tuhan yang hidup, maka ada 3000 orang memberi diri dibaptis. Tentu ini mengingatkan Petrus akan perkataan Tuhan Yesus “berbahagialah mereka yang tidak melihat, namun percaya” (Yoh 20:29). Tetapi Petrus masih belum mengerti dan tetap memberitakan Injil hanya kepada orang Yahudi. Petrus memang mengutip janji Allah kepada Abraham, bahwa oleh keturunan Abraham, semua bangsa di muka bumi akan diberkati (Kis 3:25), setelah dia membuat mujizat kesembuhan kepada orang yang lumpuh sejak lahirnya. Tetapi dia masih belum mengerti arti janji Allah kepada Abraham itu. Dan gara-gara mujizat itu Petrus dan Yohanes harus ditahan, harus berhadapan dengan para pemuka agama, walaupun pemberitaan Injil itu menghasilkan 5000 orang percaya (Kis 4:4). Namun sampai saat itu Petrus dan para rasul masih belum mengerti bahwa tugas utama mereka adalah pemberitaan Injil sebagai Mujizat Yang Terbesar. Mujizat kesembuhan jasmani hanya akan memberi dampak jasmani juga.

Ketika orang-orang kudus mendengar cerita Petrus dan Yohanes, ternyata mereka masih menganggap bahwa musuh mereka adalah musuh orang-orang Yahudi (Herodes, Pontius Pilatus, Kis 4:27). Padahal musuh mereka yang sebenarnya adalah dosa yang menguasai hati orang-orang itu. Karena itu walaupun mereka memang memberitakan Firman Allah dengan berani (Kis 4:31), tetapi hanya kepada bangsa sendiri. Allah menyertai para rasul dengan memberi tanda dan mujizat, tetapi mereka hanya berkumpul di Serambi Salomo (Kis 5:12-16). 

Mereka tidak “pergi memberitakan Injil,” tetapi menunggu orang-orang datang kepada mereka. Sampai akhirnya mereka ditahan oleh Imam Besar. Allah menolong mereka dengan mengutus seorang malaikat melepaskan mereka. Dan hal ini membuat musuh mereka gentar. Tetapi setelah mereka lepas, dikatakan bahwa setiap hari mereka mengajar di Bait Allah dan memberitakan Injil di rumah-rumah orang (Kis 5:42). Pikiran sebagai umat perjanjian, umat pilihan Allah, membuat orang Yahudi, termasuk Petrus dan para rasul, masih memusatkan Mujizat Terbesar itu pada bangsanya sendiri. Tetapi Allah ingin Mujizat Terbesar itu diberitakan ke seluruh dunia.

Maka muncullah peristiwa Stefanus (Kis 6-7), yang dikenal sebagai martir Kristen pertama. Yang menarik dalam cerita Stefanus adalah bahwa dia disebutkan sebagai orang yang penuh karunia dan kuasa, pembuat banyak mujizat dan tanda (Kis 6:8). Tetapi si Pembuat Mujizat itu ternyata juga tidak berhasil mengubah hati para pemimpin Yahudi, bahkan akhirnya si Pembuat Mujizat itu harus mati dirajam batu oleh mereka (Kis 7). Jelas sekali bahwa Allah tidak terlalu tertarik dengan mujizat berkenaan dengan masalah jasmani. Umat Allah memang bisa saja dilengkapi dengan tanda dan mujizat, tetapi tidak berhenti sampai di sana, karena semua tanda mujizat itu tidak punya arti penting kalau tidak diikuti dengan Mujizat Terbesar, yaitu mengubah hati orang-orangnya. Mujizat bisa menjadi sarana yang dipakai Allah untuk dapat mengubah hati orang-orang. Ini terjadi dalam pelayanan Petrus dan para rasul (Kej 2-9). Alkitab mencatat bahwa melalui pelayanan mujizat jasmani, banyak orang-orang yang mengalami Mujizat Terbesar. Akan tetapi pada saat yang sama mujizat itu juga mengeraskan hati orang-orang tertentu. Sebab itu Allah mau menyadarkan kepada para rasul, khususnya pada Petrus, bahwa mujizat yang berkenaan dengan masalah jasmani, bukan panggilan utama mereka. Mujizat Terbesar, yaitu pemberitaan injil yang mengubah hati orang untuk seluruh bangsa, itulah tujuan utama para rasul dipilih oleh Tuhan Yesus.

Mereka perlu menyadari tugas utama ini. Kalau tidak maka bisa saja mereka akan terjebak dengan fenomena mujizat jasmani yang sebenarnya hanya merupakan hal sekunder. Dengan sabar, dan mungkin kelihatannya pelan-pelan, Allah menuntun Petrus untuk menyadari bahwa mujizat jasmani adalah hal yang sekunder, sekaligus menyadarkan Petrus bahwa orang “kafir” juga dikasihi Allah persis sama dengan orang Yahudi. Hal ini dimulai ketika Petrus dan Yohanes diutus oleh gereja di Yerusalem untuk ke Samaria (Kis 8:14), karena mereka mendengar “Mujizat Terbesar” terjadi di Samaria hasil dari pekerjaan Filipus (Kis 8:4-13). Di sana Petrus dan Yohanes melihat sendiri bagaimana Roh Kudus turun atas orang-orang Samaria, orang yang termasuk “kafir” di mata orang Yahudi, karena darah Yahudinya tercampur dengan bangsa lain. Kisah Para Rasul pasal sembilan merupakan cerita bagaimana Allah mempersiapkan Petrus untuk memahami kebenaran ini. Dimulai dengan mujizat terhadap Eneas di Lida dan Dorkas di Yope (Kis 9:32-43), maka Petrus disiapkan oleh Tuhan untuk menyadari Mujizat Terbesar yang dimaksud oleh Tuhan.

Kita bisa membayangkan betapa takjubnya Petrus ketika “dia berhasil” membangkitkan Dorkas. Orang mati bisa hidup kembali. Betapa dahsyat hal itu. Mungkin Petrus dan juga kita beranggapan bahw membangkitkan orang mati adalah mujizat yang paling besar. Eneas yang lumpuh selama 8 tahun bisa berjalan adalah hal yang luar biasa. Tetapi orang mati bisa hidup kembali adalah hal yang sangat dahsyat. Tetapi Petrus tidak tahu bahwa ini hanyalah persiapan yang Tuhan lakukan untuk dia memahami bahwa menghidupkan orang mati bukanlah Mujizat Terbesar. Dan persiapan hati Petrus dimulai ketika ia harus tinggal beberapa hari di Yope di rumah seorang penyamak kulit bernama Simon (Kis 9:43). Tidak begitu jelas mengapa Petrus bisa tinggal beberapa hari di rumah Simon. Seorang penyamak kulit adalah orang yang tidak tahir, karena bersentuhan dengan mayat binatang. Tinggal bersama orang yang tidak tahir tentu akan menyulitkan Petrus, karena kalau dia kena atau bersentuhan dengan Simon, maka dia juga menjadi tidak tahir. Dan supaya tahir ada sederetan upacara yang rumit yang harus dilakukan orang Yahudi agar tahir kembali (Im 11:35-40). Tetapi inilah cara Allah menuntun umat-Nya untuk maju selangkah demi selangkah memahami rencana dan kehendak-Nya.

Kisah Para Rasul pasal 10 menceritakan bagaimana dengan sangat jelas Tuhan mencelikkan hati Petrus sehingga akhirnya dia mengerti bahwa Mujizat Terbesar bukan masalah jasmani, tetapi masalah rohani. Bahwa di mata Allah tidak ada orang Yahudi atau Yunani (Gal 3:27-29), bahwa di dalam Kirstus orang non-Yahudi juga memperoleh jalan masuk kepada Bapa (Efe 2:11-22). Kornelius, yang adalah seorang perwira Romawi (Centurion, lihat juga Mat 8:5), dipakai Allah untuk memberitahukan Petrus bahwa keselamatan bukan hanya bagi orang Yahudi, tetapi bagi semua bangsa. Orang ini menjadi contoh orang “baik” yang tetap membutuhkan Injil keselamatan dalam Tuhan Yesus Kristus. Perbuatan baik tidak cukup untuk masuk sorga. Karena itulah Allah “mengatur” pertemuan Kornelius dengan Petrus. Sangat menakjubkan bahwa orang “kafir” ini bisa memperoleh penglihatan dari Allah (Kis 10:1-6). Tetapi yang menarik di sini adalah bahwa malaikat itu datang bukan untuk memberitakan Injil. Kornelius hanya diperintahkan untuk menjemput orang yang bernama Simon yang disebut Petrus. Allah tidak mau mengambil hak atau tugas yang diberikan kepada orang percaya untuk memberitakan Injil. Amanat Agung diberikan kepada manusia untuk manusia dan oleh manusia.

Petruslah yang harus menceritakan Berita Injil itu kepada Kornelius, bukan malaikat. Dan untuk itu, Petrus harus disadarkan lebih dahulu akan semua konsepnya yang keliru tentang keselamatan. Sebagai orang Yahudi yang sudah diajar Hukum Taurat sejak kecil, maka Petrus sangat meyakini apa yang haram yang najis dan apa yang berkenan kepada Allah. Tetapi ketika Hukum Taurat harus diganti dengan Hukum Kasih, dan keselamatan karena mempersembahkan korban diganti dengan iman kepada Tuhan Yesus Kirstus, maka semua murid Tuhan harus disadarkan akan kebenaran yang baru ini. Semua konsep, pengajaran dan doktrin tentang Allah dan karya-Nya, bahkan semua rumah teologi mereka harus diruntuhkan total dan diganti dengan bangunan yang sama sekali baru. Dan semua itu harus diawali dengan goal terbesar dalam seluruh hidup orang percaya, yaitu keselamatan bagi seluruh umat manusia, Mujizat Terbesar.

Maka Allah kemudian memberikan suatu penglihatan kepada Petrus dan memerintahkan Petrus untuk menyembelih dan makan binatang-binatang haram itu (Kis 10:10-13). Tentu saja Perus menolak, karena itu melanggar semua “Firman Tuhan” yang pernah dia tahu. Maka sekarang Allah mulai mengajar hal yang baru buat Petrus. Allah menegaskan bahwa “Apa yang dinyatakan halal oleh Allah, tidak boleh engkau nyatakan haram.” Dan hal itu terjadi tiga kali (Kis 10:15-16). Allah mau mengajarkan suatu hal yang saat itu memang belum dimengerti oleh Petrus (Kis 10:17). Akan tetapi peristiwa yang dialami kemudian, menyadarkan Petrus apa sebenarnya maksud Tuhan dengan memberikan penglihatan itu kepadanya (Kis 10:28-29). Bukan suatu kebetulan kalau Petrus waktu itu dengan sengaja mengajak beberapa saudara (orang Yahudi) dari Yope (Kis 10:23). Kehadiran mereka diperlukan sebagai saksi hidup (Kis 11:1-18; khususnya ayat 12) terhadap apa yang sebenarnya Allah inginkan bagi para pemimpin umat yang baru ini. Yang luar biasa adalah bahwa Allah juga menyesuaikan rencana-Nya dengan proses yang harus dilalui manusia untuk mengerti maksud dan tujuan Allah. Betapa dahsyat dan berhikmatnya Allah kita. Dengan sabar tetapi tetap konsisten, terus menyadarkan manusia berdosa ini akan rencana dan kehendak-Nya.

Dipimpin Roh Kudus (Kis 11:12), Petrus dengan perlahan tetapi pasti, belajar mengenal, memahami dan kemudian ikut terlibat dalam rencana dan kehendak Allah untuk keselamatan dunia. Dia belum sepenuhnya sadar bahwa misinya adalah misi untuk dunia, tetapi mulai menata hatinya untuk mulai mengerti rencana dan kehendak Allah. Pengaruh Yahudi masih dominan dalam dirinya. Tetapi melalui peristiwa Kornelius, terbukalah mati hati Petrus sehingga akhirnya terbuka jugalah mata seluruh umat Allah. Kita bisa melihat bagaimana kuatnya pengaruh Hukum Taurat bagi gereja mula-mula yang sebagian besar anggotanya adalah bangsa Yahudi (Kis11:1-2). Bahkan Petrus yang diakui sebagai pemimpin para rasul perlu membuat pernyataan dan membuktikan apa sebenarnya yang dikehendaki “Allah Israel.”

Melalui peristiwa Kornelius, gereja Tuhan dipimpin untuk memenuhi panggilannya yang hakiki, yaitu menjadikan semua bangsa murid Tuhan. Kotbah Petrus kepada keluarga Kornelius (Kis 10:34-43) menunjukkan pemahaman Petrus terhadap panggilan utama gereja ini. Bahwa keselamatan adalah bagi seluruh bangsa di dunia ini. Dan Yesus Kristus adalah Tuhan bagi semua orang. Dan konfirmasi itu diteguhkan dengan turunnya Roh Kudus ke atas semua orang yang mendengarkan pemberitaan itu. (Kis 10:44). Dan para saksi yang ikut bersama dengan Petrus, terutama dari golongan bersunat (orang Yahudi) telah melihat sendiri bahwa Roh Kudus turun atas orang-orang “kafir” itu.

Kesaksian mereka merupakan hal yang penting ketika Petrus harus mempertanggung jawabkan tindakannya membaptis keluarga Kornelius (Kis 11:12-18). Enam orang adalah jumlah yang lebih dari cukup untuk mensahkan sebuah hal menurut hukum Yahudi (Yoh 8:17). Akhirnya para rasul yang lain dan juga umat Allah di Yudea menyadari bahwa Allah telah mengaruniakan pertobatan yang memimpin kepada hidup (Kis 11:18). Hal ini merupakan suatu peristiwa yang sangat penting bagi umat Allah (gereja). Inilah saat dimulainya Mujizat Terbesar sepanjang zaman, bahkan sampai hari ini, karena walaupun tersebar di banyak tempat di luar Yudea akibat penganiayaan, ternyata mereka memberitakan injil hanya kepada orang Yahudi saja (Kis 11:19). Tetapi ketika kebenaran sudah dibukakan maka pada saat yang sama Tuhan secara langsung memimpin orang-orang yang di luar Yudea untuk memberitakan Injil kepada orang non-Yahudi (Kis 11:20-21).

Cerita selanjutnya dari Kisah Para Rasul adalah cerita bagaimana Umat Allah yang baru (gereja) dengan begitu luar biasa semangat, mengusahakan Mujizat Terbesar itu terjadi di “seluruh dunia.” Bagaimana satu persatu para Pemberita Injil itu harus menderita demi Mujizat Terbesar itu dapat disebarkan. Tetapi Kisah Para Rasul bukan hanya menceritakan penderitaan mereka. Kisah ini juga menceritakan dengan sangat jelas sukacita yang muncul ketika Mujizat Terbesar itu terjadi di depan mata mereka. Pertanyaan yang paling penting buat kita sekarang adalah, apakah kita, sebagai orang percaya, masih memiliki semangat pemberitaan injil sama seperti gereja mula-mula? Atau apakah kita masih terbelenggu dengan “mujizat jasmani” dan masih menganggap mujizat kesembuhan, kelepasan dan yang semacam itu sebagai fokus kita? Apakah para pemimpin gereja sekarang perlu sekali lagi diingatkan bahwa “Mujizat Terbesar” bukanlah kesembuhan ilahi, kesembuhan sakit penyakit, tetapi perubahan rohani di dalam hati. Gereja tidak boleh kehilangan tugas utamanya ini. 

Exit mobile version