Site icon

Tomas: Dari Ragu Menjadi Percaya

Toma: Dari Ragu Menjadi Percaya

Yoh 11:6-16; 14:1-6; 20:24-31

Tomas adalah salah seorang dari 12 rasul Tuhan Yesus. Dia seorang yang logis dan mengukur banyak hal melalui logikanya. Alkitab mencatat bagaimana Tomas bereaksi ketika Tuhan Yesus mau kembali ke Yudea setelah sebelumnya mendapat pengalaman yang kurang menyenangkan di sana (Yoh 11:6-16). Walaupun Tuhan Yesus telah menjelaskan maksud-Nya mengapa mereka perlu pergi ke Yudea, yaitu untuk “membangunkan” Lazarus, tetapi Tomas dengan logikanya merasa yakin sekali bahwa kalau mereka benar-benar berani kembali ke Yudea pasti akan mati. Tomas sama sekali tidak memperhatikan perkataan Tuhan Yesus bahwa Lazarus sudah mati dan Dia datang ke sana untuk membuat suatu hal sedemikian rupa sehingga pada akhirnya mereka akan percaya kepada Tuhan Yesus (Yoh 11:14-15). Tomas tidak pernah sadar bahwa Tuhan Yesus berkuasa atas hidup dan mati. Dia sanggup menghidupkan siapapun yang sudah mati, maka andaikata kepergian mereka ke Yudea benar-benar membuat mereka mati, Tuhan Yesus sanggup membangkitkan mereka juga. Hal ini tidak masuk logika Tomas karena memang hal itu di luar logika manusia. Tomas dengan sangat logis melihat kepergian itu sebagai suatu hal yang sangat berbahaya. Bagi Tomas, pengalaman yang lalu, yaitu hampir mati dilempari batu oleh orang Yahudi (Yoh 10:31-39; 11:8) seharusnya menjadi tanda awas dan jangan sampai melakukan kesalahan yang sama.

Memang waktu itu mereka bisa lolos, tetapi kalau sekarang sepertinya sengaja mencari bahaya, tentu suatu saat akan kena batunya dan kemungkinan tidak akan lolos lagi. Demikian juga, ketika Tuhan Yesus mengatakan bahwa Dia akan pergi dan mereka tahu jalan ke situ (Yoh 14:1-6), maka Tomas langsung bereaksi. Logikanya mengatakan bahwa Tuhan Yesus belum pernah memberitahukan kepada mereka kemana Dia akan pergi, jadi bagaimana mungkin mereka harus tahu jalan ke situ? Logika memang penting karena itu juga termasuk salah satu anugerah Tuhan kepada manusia. Tetapi logika bukan segala-galanya. Ada banyak anugerah Tuhan yang lain yang diberikan kepada manusia, tetapi banyak orang mengagungkan logika, salah satunya adalah Tomas.

Dengan logika itulah, maka ketika para murid mengabarkan bahwa Tuhan Yesus sudah bangkit, Tomas langsung bereaksi tidak percaya. Bagi seseorang yang biasa berpikir logis dan menilai segala sesuatu dengan logika, memang sulit menerima hal yang tidak logis. Pengalaman luar biasa yang dia lihat, seperti kebangkitan Lazarus, yang seharusnya mengingatkan Tomas akan kuasa Tuhan Yesus terhadap hidup dan mati, ternyata tidak mampu mengalahkan pikiran logisnya. Pengalaman pribadinya ketika melihat Tuhan Yesus yang membangkitkan Lazarus seharusnya membuat Tomas berpikir mengapa Tuhan Yesus tidak bisa bangkit dari antara orang mati? Tetapi Tomas tetap tidak percaya bahwa Tuhan Yesus telah bangkit, walaupun semua murid yang lain telah memberikan kesaksian tentang hal itu. Tomas dibelenggu oleh logikanya sedemikian rupa sehingga dia tidak dapat membuka diri terhadap hal-hal yang di luar logika, kecuali dia melihat dengan mata kepalanya sendiri (Yoh 20:25). 

Memang, bagi Tomas dan juga beberapa orang lain yang mengagumi logika, sesuatu yang tidak masuk akal harus ditolak. Tetapi Tomas tidak mengerti bahwa dia sekarang sedang berhadapan dengan kuasa Allah. Kuasa yang melampaui logika mana pun. Berpikir logis memang baik, akan tetapi logika bukan segala-galanya. Relasi dengan Allah perlu sesuatu yang lain selain logika, yaitu iman dan logika harus takluk kepada iman, bukan sebaliknya.

Tuhan Yesus sangat mengasihi Tomas dan sangat mengerti kesulitan Tomas untuk percaya hal-hal supranatural, sebab itu Tuhan Yesus ingin mengajarkan pelajaran yang penting, yaitu bahwa di dalam dunia ini ada-hal-hal lain yang di luar kemampuan manusia untuk mengerti, bahwa logika manusia terbatas, bahwa tidak ada yang mustahil bagi Dia sebab Dia adalah Allah sendiri. Maka secara sengaja Tuhan Yesus datang dengan cara yang persis sama dengan kedatangan-Nya yang pertama, tetapi khusus kali ini untuk menemui Tomas. Kepada Tomas Tuhan Yesus langsung menegur ketidak percayaannya. Bagi Tomas ini suatu hal yang sangat mengejutkan karena ternyata Tuhan Yesus tahu persis semua yang dikatakannya kepada teman-temannya. Bahkan seluruh isi hatinya Tuhan tahu persis (Yoh 20:27). Maka keluarlah dari mulutnya suatu pengakuan yang luar biasa, yaitu Tomas memanggil Tuhan Yesus sebagai Tuhan dan Allah (Yoh 20:28). 

Sebelum peristiwa kebangkitan, Tuhan Yesus tidak pernah dipanggil Allah oleh para murid-Nya. Sebutan Anak Allah terhadap Tuhan Yesus memang pernah dicatat diucapkan oleh misalnya Petrus dan juga beberapa murid lain. Tetapi sebutan Anak Allah itu bukan keluar dari diri Petrus. Bukan karena Petrus mampu mengenal dan kemudian mengakui siapa sebenarnya Tuhan Yesus. Pengakuan Petrus itu muncul karena anugerah dari Bapa di sorga yang memberitahukan kepada Petrus siapa sebenarnya Tuhan Yesus itu (Mat 16:15-17). Tanpa pertolongan Allah, tidak akan pernah ada seorangpun di dunia ini yang dapat mengaku bahwa Tuhan Yesus adalah Allah. Pasti telah terjadi suatu perubahan yang luar biasa dalam diri Tomas sehingga dia dapat menyebut Tuhan Yesus sebagai Tuhan dan Allahnya. Jelas ini bukan pikiran atau pun logika Tomas. Kalau pikiran dan logika Tomas sendiri barangkali hanya akan sampai pada pengakuan bahwa Tuhan Yesus memang bangkit. Tidak mungkin pikiran dan logika Tomas akan sampai pada suatu kesimpulan bahwa Tuhan Yesus yang bangkit itu adalah Tuhan (Kurios) dan Allah (Theos). Sebagai orang Yahudi penganut monoteisme yang ketat, sejak kecil Tomas telah diajar bahwa Allah Israel adalah Allah yang esa.

Tidak ada satu orang Yahudipun yang boleh mengakui Allah lain selain Allah Yahwe. Apalagi Tuhan Yesus jelas-jelas terdiri dari darah dan daging. Kekuatan atau kemampuan Tomas untuk mengakui siapa Tuhan Yesus barangkali hanya sampai pada pengakuan bahwa memang Tuhan Yesus betul sudah bangkit, bahwa Dia memang hidup. Namun, berani mengambil kesimpulan bahwa Tuhan Yesus yang bangkit itu adalah Tuhan dan Allah, jauh dari kemampuan Tomas dan juga jauh dari kemampuan manusia manapun. Tentu masih segar dalam ingatan Tomas bagaimana Tuhan Yesus mengantuk dan tertidur sementara badai dan gelombang laut mengancam mereka.

Bagaimana mungkin Allah bisa mengantuk apalagi tertidur? Bukankah Firman Tuhan (Mzm 121:2-4 misalnya) mengatakan bahwa Penjaga Israel tidak mungkin terlelap dan tertidur? Dan Tuhan Yesus juga bisa lapar dan butuh makanan sehingga ketika mencari buah pada pohon ara dan ternyata tidak mendapatkannya Tuhan Yesus marah dan mengutuk pohon itu sampai kering. Bukankah Allah Israel tidak pernah lapar sehingga memerlukan makanan dari manusia (Mzm 50:7-15)? Pengakuan Tomas ini merupakan pilar gereja mula-mula, gereja abad pertama dan juga gereja sepanjang segala abad. Tanpa pengakuan ini maka tidak akan pernah ada gereja.Semua pemikiran teologi gereja abad pertama bertolak dari pengakuan ini, yaitu bahwa Tuhan Yesus adalah Tuhan dan Allah sendiri yang turun menjadi manusia dan mati disalib menebus dosa manusia. Barang siapa percaya kepada-Nya akan diselamatkan.

Dengan mengakui Tuhan Yesus sebagai Tuhan dan Allah, maka menurut pemahaman orang Yahudi Tomas telah menghujat Allah. Tuhan Yesus sendiri dihukum mati karena berani menyejajarkan diri-Nya dengan Allah sehingga Kayafas menganggap tidak diperlukan lagi para saksi palsu yang memberatkan karena mereka semua telah mendengar sendiri bahwa Tuhan Yesus mengakui diri-Nya sejajar dengan Allah. Itu berarti Dia sedang menghujat Allah dan harus dihukum mati (Mat 26:59-66). Bagi bangsa-bangsa lain (non-Yahudi) waktu itu, tidak terlalu sulit untuk menerima Tuhan Yesus sebagai tambahan salah satudewa yang sudah banyak sebelumnya. Tetapi bagi bangsa Yahudi hal itu akan sangat tidak mungkin dan pasti sangatmembingungkan.

Kalau Tuhan Yesus juga Allah, maka berarti ada 2 Allah. Tetapi bukankah dengan jelas Taurat mengajarkan bahwa Allah itu esa? Kalau Tomas mengakui Tuhan Yesus sebagai Allah, maka menurut kaca mata orang Yahudi dia sedang menghujat Allah. Tentu hal ini jauh dari kemampuan Tomas untuk dapat melakukan itu. Bagi Tomas perlu suatu kuasa yang jauh lebih besar dari sekedar mujizat kebangkitan Tuhan Yesus untuk dapat berkata “Tuhanku dan Allahku” kepada Tuhan Yesus. Apalagi pengakuan itu merupakan suatu spontanitas. Jelas ini kerja dari iman yang melampaui logika dan akal budi Tomas.

Pengakuan Tomas adalah pengakuan yang sangat penting dan menentukan bagi gereja mula-mula yang jemaat awalnya hampir seluruhnya terdiri dari orang-orang Yahudi. Hal ini mengubah seluruh konsep dan cara pandang mereka akan Allah. Suatu perombakan total, menyeluruh, bukan sekedar menata ulang. Betul-betul rumah teologi mereka (orang Yahudi) harus dirobohkan seluruhnya dan dibangun dari awal kembali dengan suatu bangunan yang sama sekali baru. Hukum Taurat diganti dengan Hukum Kasih, padahal Hukum Taurat adalah jati diri orang Yahudi. Hukum Taurat dan orang Yahudi adalah dua hal yang tidak dapat dipisahkan.

Tetapi dengan menerima Tuhan Yesus sebagai Tuhan dan Allah, maka Hukum Taurat harus dibuang, diganti dan disempurnakan dengan Hukum Kasih yang dari Tuhan Yesus (Rm 7:6, 10:4; 1 Kor 9:20-21; Ef 2:15). Konsep Allah yang esa harus diganti dengan Allah Tritunggal. Keselamatan karena melakukan Hukum Taurat diganti dengan iman kepada Tuhan Yesus. Bangsa Yahudi sebagai Umat Allah diganti dengan semua bangsa. Konsep teologi yang lama harus dicabut sampai ke akar-akarnya dan ditanam kembali dengan tanaman yang sama sekali baru. Dan siapa yang sanggup melakukan itu semua? Hanya Allah yang mampu melakukan semua itu.

Tuhan Yesus memperingatkan Tomas supaya tetap percaya walaupun tidak melihat, sepertinya hal itu tergantung kepada kemampuan logika manusia (Yoh 20:29). Tetapi Paulus dengan tegas menuliskan bahwa itu semua (yaitu keselamatan) adalah kekuatan Allah (1 Kor 2:1-9) dan pemberitaan tentang salib adalah kebodohan (1 Kor 1:17-18), tidak masuk akal, tidak logis. Allah menjadi manusia tidak sesuai dengan logika manusia. Allah yang mati di kayu salib menebus dosa manusia tidak sesuai dengan konsep manusia tentang Allah. Tidak mungkin Allah seperti itu. Hanya orang bodoh yang bisa percaya bahwa Tuhan Yesus adalah Allah yang menjelma menjadi manusia, dan harus mati disalib menebus dosa manusia yang berdosa itu. Hal ini mengecilkan tanggung jawab manusia.

Kalau manusia mau meraih sorga, maka seharusnya dia meraih dengan usaha yang keras dan sungguh-sungguh. Tetapi Tuhan Yesus mengatakan bahwa mereka yang tidak melihat namun percaya adalah orang yang berbahagia (Yoh 20:29). Bodoh bagi dunia tetapi berharga di mata Allah, karena iman adalah karunia Allah (Luk 17:5; Rm 12:3; 1 Kor 12:7-9). Orang yang tidak melihat tetapi percaya berarti menghargai anugerah Allah itu.

Teguran Tuhan Yesus dalam Yoh 20:27 adalah teguran kepada Tomas karena Tomas bersandar hanya pada akal budinya saja. Namun perkataan selanjutnya yang dikatakan kepada Tomas dalam ayat 29 bukan hanya ditujukan kepada Tomas, tetapi kepada semua orang sesudah Tomas, yaitu mereka yang percaya walaupun tidak melihat (1 Pet 1:8). Tuhan Yesus sedang mempersiapkan murid-murid-Nya untuk bersandar kepada iman dan bukan kepada akal budi saja. Dan percaya yang dimaksudkan oleh Tuhan Yesus di sini bukan hanya percaya bahwa Dia bangkit, bahwa Dia hidup, tetapi lebih dari itu semua adalah, bahwa Dia adalah Allah sendiri. Percaya yang dimaksudkan oleh Tuhan Yesus di sini menunjuk kepada pengakuan Tomas dalam ayat 28.Jelas ini suatu persiapan untuk para murid bersandar kepada Tuhan dalam pemberitaan Injil mereka.

Akal budi dan logika tidak pernah akan mampu membuat seseorang percaya kepada Tuhan Yesus sebagai Allah. Mungkin dengan argumentasi yang luar biasa cemerlang seseorang dapat “membuktikan” kebangkitan Tuhan Yesus. Tetapi untuk membuat seseorang percaya bahwa Dia adalah Allah sendiri yang turun menjadi manusia, perlu kasih karunia dari Allah sepenuhnya. Bagaimanapun kemampuan dan daya pikir akal budi dan logika manusia tidak akan pernah bias sampai pada kesimpulan bahwa Dia adalah Allah sendiri. Sangat menarik bahwa setelah perjumpaan dengan Tomas ternyata beberapa dari mereka masih ragu-ragu untuk menyembah Dia dan mengakui bahwa Dia adalah Allah sendiri (Mat 28:17). Roh Kudus belum turun dan memenuhi mereka, sebab itu akal budi dan logika mereka masih dominan dalam hidup mereka. Mereka masih hidup dalam dua dunia, yaitu dunia iman dan dunia akal budi/rasio. Mereka belum berani 100% mengandalkan iman. Mata iman mereka baru sungguh-sungguh terbuka ketika Pentakosta tiba (Kis 2). Tanpa suatu pembuktian apa pun, 3000 orang bertobat sekaligus di depan mata mereka (Kis 2:41). Petrus dan para murid sama sekali tidak menghadirkan Tuhan Yesus sebagai bukti bahwa Tuhan Yesus sungguh hidup. Dia hanya memberi kesaksian berdasarkan Firman Tuhan dan pengalamannya pribadi dan panen pertama adalah 3000 orang. Jelas sekali bahwa peran akal budi di sini sangat minimal, apalagi mereka yang bertobat adalah orang Yahudi dengan monoteisme yang begitu kuat. 

Percaya kepada Tuhan Yesus dan juga kepada Allah Yahwe suatu hal yang sulit, bahkan mustahil sebenarnya bagi orang Yahudi. Yang bekerja adalah Allah Roh Kudus yang mengubah hati sehingga mereka percaya dan menerima-Nya sebagai Tuhan dan Juruselamat pribadi mereka. Penginjilan adalah karya Allah 100% dan bukan berdasarkan akal budi atau logika manusia, sebab itu di dalam melakukan penginjilan, penekanan terhadap metode merupakan suatu hal yang tidak tepat. Ada beberapa bahaya apabila orang Kristen mulai menekankan metode penginjilan lebih dari kuasa Roh Kudus. Seakan-akan kalau penginjilan tidak dilakukan melalui cara atau metode tertentu maka hasilnya pasti kurang memuaskan. Tanpa disadari penekanan terhadap metode atau cara memberi peluang bagi manusia untuk menyombongkan diri, menepuk dada bahwa dia berhasil “membuat seseorang bertobat,” padahal Roh Kudus yang bekerja.

Demikian juga penekanan ini akan melahirkan sikap memandang rendah metode yang lain yang tidak sama dengan miliknya, seakan-akan kalau tidak memakai cara dia, seseorang tidak mungkin dapat bertobat, atau pun hasilnya pasti kurang memuaskan. Iman timbul dari pendengaran dan pendengaran oleh Firman Kristus (Rm 10:17). Karena itu penekanan utama adalah memberitakan Firman Tuhan, karena Firman itulah yang mampu mengubah hati. Tetapi juga bukan berarti kita tidak perlu belajar teknik atau metode penginjilan yang tepat. Paulus dalam perjalanan misinya beberapa kali memakai metode yang berbeda-beda seturut dengan hikmat yang Allah berikan kepadanya. Akan tetapi metode itu bukan menjadi senjata utamanya.

Andalan Paulus hanyalah kasih karunia Allah. karena itu dia juga tidak kecewa ketika berita Injil tidak diterima, dia juga tidak sombong ketika banyak orang bertobat. Bahkan ketika dia merasa penginjilan sedang menghasilkan panen yang besar di Troas dia dengan rela pergi ke Makedonia dan meninggalkan Troas karena Allah yang menyuruhnya pergi (Kis 16:8-10 bandingkan dengan 2Kor 2:12-13). Ketergantungan kepada Allah melampaui hasil pelayanan yang dahsyat. Ini memberikan kepada kita suatu peringatan supaya tidak bergantung kepada hasil saja sebagai satu-satunya tolok ukur apakah sebuah pelayanan dikenan Tuhan atau tidak. Ketaatan kepada kehendak Allah jauh lebih penting dari hasil pelayanan apapun.

Exit mobile version