Site icon

Pembaharuan Perjanjian

Pembaharuan Perjanjian (Yosua 24:14-15)

oleh: Andy Kirana

 

Shalom. Puji Tuhan pada hari ini kita boleh bersama-sama bersekutu. Pada saat ini saya akan berbicara mengenai Covenant Renewed. Pembaharuan Perjanjian. Perjanjian yang diperbaharui senantiasa. Ini merupakan satu pokok yang sangat penting di dalam kehidupan kita karena kita tidak pernah lepas dari covenant. Tidak pernah lepas dari perjanjian. Mengapa demikian? Karena kita adalah anak-anak perjanjian. Oleh karena itu, karena kita anak-anak perjanjian, kita pun juga diminta oleh Tuhan untuk senantiasa memperbaharui perjanjian kita. Pembaharuan perjanjian ini penting karena sering kali kita melupakan perjanjian itu. Saya ingin mengajak Saudara bersama-sama membaca Kitab Yosua pasal 24 ayat 14 dan ayat 15. Demikian firman Tuhan:

Oleh sebab itu, takutlah akan TUHAN dan beribadahlah kepada-Nya dengan tulus ikhlas dan setia. Jauhkanlah allah yang kepadanya nenek moyangmu telah beribadah di seberang sungai Efrat dan di Mesir, dan beribadahlah kepada TUHAN. Tetapi jika kamu anggap tidak baik untuk beribadah kepada TUHAN, pilihlah pada hari ini kepada siapa kamu akan beribadah; allah yang kepadanya nenek moyangmu beribadah di seberang sungai Efrat, atau allah orang Amori yang negerinya kamu diami ini. Tetapi aku dan seisi rumahku, kami akan beribadah kepada TUHAN!

Saudara-saudara yang dikasihi oleh Tuhan Yesus Kristus. Ini merupakan ayat yang sangat istimewa. Karena apa? Karena ini diucapkan oleh Yosua sebelum Yosua dipanggil Tuhan. Kalau Saudara baca di ayat berikutnya, Saudara akan mendapati Yosua dipanggil Tuhan pada usia 110 tahun. Jadi, ayat ini merupakan perkataan Yosua di masa tuanya. Ini merupakan perkataan terakhir Yosua kepada umat Israel sebelum dia meninggal. Ayat ini semacam wasiat. Saya membayangkan, misalnya orangtua kita akan dipanggil Tuhan. Dia lalu mengumpulkan anak-anak, cucu-cucu dan saudara-saudaranya untuk memberikan pesan-pesan terakhir. Bukankah kita yang hidup akan memperhatikan sungguh-sungguh pesan terakhirnya itu? Betul, ya? Dan, bahkan itu akan kita ingat terus dan menjadi pegangan di dalam kehidupan kita. Demikian juga dengan Yosua pasal terakhir itu.

Kita akan melihat apa yang sesungguhnya diinginkan oleh Yosua… apa yang sesungguhnya diinginkan oleh Allah dari umat-Nya pada saat itu, demikian juga kepada kita semuanya saat ini.

Kalau kita membaca ayat 15 bagian terakhir, saya merasakan ada satu power, ada satu kekuatan, ada satu kuasa yang luar biasa yang mendorong Yosua untuk mengungkapkan semuanya itu di hadapan umat Israel. Tetapi aku dan seisi rumahku, kami akan beribadah, kami akan melayani, kami akan tetap beriman kepada Allah. Ini satu komitmen yang kuat sekali, Saudara. Dan inilah yang merupakan pembaharuan perjanjian yang dilakukan oleh Yosua di hadapan orang-orang Israel. Walaupun sebelumnya perjanjian itu sudah diungkapkan, Yosua perlu mengulang kembali, memperbaharui kembali perjanjian ini di hadapan Tuhan.

Nah, sekarang Saudara, yang menjadi pertanyaan, untuk apa sih perlunya melakukan pembaharuan perjanjian ini? Mengapa Yosua harus mengulang-ulang perjanjian ini? Ternyata bukan hanya Yosua yang memperbaharui perjanjian ini. Kalau Saudara mempelajari Kitab Nehemia, di saat bangsa Israel mulai membangun tembok Yerusalem, pada pasal 8 sampai pasal 10 pun dikatakan bahwa Nehemia juga memperbaharui perjanjian itu, covenant itu bagi bangsa Israel. Untuk apa, Saudara? Pembaharuan perjanjian diperlukan untuk menjamin kehidupan umat Allah senantiasa berkemenangan. Supaya kehidupan umat Israel senantiasa berhasil. Allah tahu, sifat manusia termasuk sifat Saudara dan saya, mudah lali kalau janji. Mudah lupa kalau sudah janji. Tuhan tahu itu. Kita melihat bagaimana saat umat Allah itu melupakan perjanjian Allah. Mereka menang? Mereka kalah. Mereka gagal. Itu yang terjadi. Dan Allah tidak ingin umat-Nya mengalami kegagalan. Allah ingin menjamin sepenuhnya, 100% bahwa kemenangan, keberhasilan itu harus terjadi terus-menerus di dalam kehidupan umat-Nya, juga di dalam kehidupan Saudara dan saya. Inilah perlunya pembaharuan perjanjian itu dilakukan, Saudara.

Nah, sekarang perhatikan. Pada saat Yosua memimpin umat Israel, kita tahu bahwa sesungguhnya de facto, faktanya Kanaan itu belum diduduki oleh orang Israel. Namun de jure, secara hukum, Allah sudah memberikan tanah Kanaan itu kepada umat Israel. Tapi, Allah tidak ingin bangsa itu hanya bertopang dagu. Bangsa itu harus memasuki tanah Kanaan. Bangsa itu harus berperang. Bangsa itu harus menduduki tanah Kanaan. Coba Saudara perhatikan, prinsip ini pun sama untuk anugerah keselamatan yang kita terima. Ketika kita ada di dalam Tuhan Yesus, kita terima anugerah keselamatan itu tanpa melakukan apa-apa. Itu semata adalah anugerah. Betul? Iya. Tapi, Allah juga tidak menginginkan bahwa anugerah itu adalah anugerah yang murahan. Saudara ingat bahwa anugerah itu harganya sama dengan kehidupan Yesus, darah Yesus. Benar, anugerah itu diberikan bagi kita. Namun, bukan berarti kita boleh bertopang dagu. Dalam menjalani hidup hari demi hari, di dalam anugerah Tuhan Yesus ini pun kita juga harus ada di dalam jalan keselamatan-Nya. Paulus mengatakan kerjakanlah keselamatanmu. Jangan cuma diam tok. Sudah terima berkatnya, terima anugerahnya, sudah diselamatkan, lha ngopo meneh. Tuhan tidak menghendaki anak-anak-Nya malas. Allah ingin kita menunjukkan di dalam kehidupan kita bahwa kita memang sudah diselamatkan. Dudukilah. Peranglah. Karena apa? Itu sudah berikan oleh Allah. Kemenangan itu sudah Allah berikan. Berkat itu sudah Allah berikan. Itulah Saudara perlunya pembaharuan perjanjian.

Yang kedua. Pembaharuan perjanjian perlu dilakukan karena itu memang sungguh-sungguh kita perlukan di dalam hidup kita. Mari kembali kita melihat ayat 14. Ayat inilah yang menjadi kunci mengapa kita perlu melakukan pembaharuan perjanjian. Ayat 14 ini didahului dengan kata “Oleh sebab itu”. Perhatikan kata ini. Kalau orang mengatakan “oleh sebab itu”, pasti sebelumnya ada sesuatu yang diucapkan yang menjadi sebabnya. Mari kita perhatikan, ayat 14 ini ada hubungannya dengan ayat 1 sampai dengan ayat 13.

Beginilah firman Tuhan kepada bangsa Israel: Aku mengambil Abraham, bapamu itu, dari seberang sungai Efrat dan aku memberikan tanah Kanaan itu kepada bapamu. Dan sekarang engkau mewarisi dari Bapamu Abraham (ayat 3). Saudara, saya menggarisbawahi kata Aku, di ayat 3, juga di ayat-ayat selanjutnya sampai dengan ayat 13. Aku ini siapa? Allah. Aku ini Tuhan. Inilah mengapa bangsa itu perlu melakukan pembaharuan perjanjian. Supaya bangsa itu kembali mengingat bahwa Aku, Allah sudah mengambil bapamu ini dari orang yang tidak percaya dan memberikan tanah Kanaan ini.

Aku mengutus Musa serta Harun menjadi pemimpinmu. Aku membawa nenek moyangmu keluar dari Mesir melalui kepemimpinan Musa. Aku membebaskan engkau dari perbudakan di Mesir (ayat 5). Aku membawa kamu ke negeri orang Amori dan mereka kuserahkan ke dalam tanganmu (ayat 8). Aku melepaskan kamu dari tangan Biliam, Ku-serahkan bangsa Kanaan ke dalam tanganmu (ayat 10). Itulah yang sudah dilakukan oleh Allah. Yang menjadi dasar, yang menjadi alasan mengapa perjanjian ini perlu diperbaharui. Karena tampaknya, angkatan yang baru, angkatan yang bersama Yosua ini sudah banyak melupakan apa yang sudah dilakukan Tuhan.

Kemudian di ayat yang 12, Allah menyatakan: Aku yang melepaskan tabuhan, mendahului kamu dan binatang-binatang ini menghalau mereka dari depanmu. Seakan-akan di sini Allah kembali mengingatkan kepada mereka bahwa kemenangan Israel, bahwa keberhasilan Israel bukan karena kekuatan mereka. Bukan karena senjata yang mereka miliki. Bukan karena pasukan Israel yang gagah berani. Tapi, karena tangan Tuhan yang menghancurkan bangsa-bangsa itu. Bahkan di ayat 13, Tuhan mengungkapkan: Ku berikan kepadamu negeri yang kamu peroleh tanpa bersusah-susah dan kota-kota yang tidak kamu dirikan, yaitu Kanaan. Itulah semuanya yang sudah Allah lakukan bagi umat Israel. Itulah yang harus mereka ingat.

Saudara itulah yang menjadi dasar, yang menjadi fondasi, mengapa perjanjian ini perlu diperbaharui. Karena Allah kembali ingin bangsa Israel ini mengingat akan apa yang sudah dilakukan oleh-Nya. Atau dengan kata lain, di sini Allah ingin mengungkapkan, apa yang saat ini sudah engkau nikmati, hai umat-Ku, semuanya itu datang dari pada-Ku. Yang menjadi sumber kekuatanmu. Yang menjadi sumber kemenanganmu. Yang menjadi sumber keberhasilanmu, Aku Allah Tuhanmu. Itulah yang ingin diungkapkan oleh Allah yang menjadi alasan supaya bangsa itu kembali beribadah lagi kepada Allah. Bahwa semuanya itu dilakukan oleh Allah.

Sekarang yang ketiga, ini yang menjadi pokok. Tadi sudah kita lihat dasarnya, mengapa perlu pembaharuan perjanjian. Sekarang bagaimana mempraktikkan pembaruan perjanjian ini di dalam kehidupan.

Kita kembali ayat 14 lagi, di situ kita lihat apa yang harus dipraktikkan oleh umat Israel. Itu juga yang harus kita praktikkan supaya kita hidup di dalam kemenangan, hidup di dalam keberhasilan dengan pembaharuan perjanjian ini. Yang pertama dikatakan oleh Yosua adalah takutlah akan Tuhan. Ini yang pertama, Saudara. Kemudian yang kedua, beribadahlah kepada-Nya. Dan yang ketiga, jauhkanlah allah asing.

Kita akan melihat yang pertama, takutlah akan Tuhan. Apa yang dimaksud dengan takutlah ini, Saudara? Setiap kita punya rasa takut, betul? Ya. Kita memiliki banyak ketakutan. Misalnya, ketakutan yang berkaitan dengan takhayul. Contohnya banyak orang memberikan nasihat, hati-hati lho tadi kamu naik mobil nambrak kucing to? Nah ini ketakutan bertakhayul Saudara. Ada takhayul yang berkaitan dengan angka. Yang paling disiriki itu angka 13. Pasti nanti bahaya, katanya. Saya menempati klaster di Ungaran Semarang… tadinya saya juga heran. Klaster ini cuma 12 unit, kok nomornya sampai 22? Iya, nomer 4, 13, 14 tidak ada. Saya tanya sama developernya, developer mengatakan takut nanti tidak ada yang beli kalau pakai nomor itu. Nggak hoki. Yang percaya seperti itu bukan cuma orang di luar Kristus, tapi juga orang-orang percaya. Waduh ini kok kursiku nomor 13. Waduh kamarku kok nomor 13. Orang juga takut dengan angka 666. Saya pernah mendengar satu cerita, ini hamba Tuhan lho, ada hamba Tuhan yang mau pergi ke luar negeri. Setelah melihat nomor penerbangannya 666, pendeta itu langsung cancel penerbangannya. Lho kok kebangetan. Sampai segitunya lho Saudara. Sampai segitunya. Takut mungkin bolone iblis. Mungkin gitu, ya?

Di dunia properti banyak takhayul-takhayul seperti itu. Saya seorang arsitek. Saya tahu banyak mengenai hal-hal yang takhayul-takhayul ini. Termasuk feng shui dan sebagainya itu. Misalnya, ada nasihat jangan beli rumah yang ‘tusuk sate.’ Tahu maksudnya, ya? Saya sempat bertanya-tanya mengapa tidak boleh. Jawabannya takhayul semua. Yang bener apa? Kalau rumah langsung berhadapan dengan lorong jalan, apa yang terjadi? Lorong itu kan jalannya angin. Betul, ya? Nah berarti setiap hari rumah yang ada di lokasi tusuk sate itu langsung kena angin. Lho logika saya main Saudara. Oo jebule ini to alasannya. Kalau rumahnya itu langsung madep lorong jalan, pintunya langsung menghadap lorong jalan, banyak angin yang masuk, ya yang di dalam rumah masuk angin to? Lah kalo masuk angin rak iso kerjarak entuk dhuwit to? Nah, ora ngrejekeni. Tidak membawa rejeki. Padahal rumah tusuk sate itu sebetulnya tidak apa-apa karena angin bisa disiasati dengan disain yang benar.

Yang kedua, ketakutan yang membudak, ketakutan yang membuat kita takut luar biasa. Kita seakan-akan menganggap bahwa Allah itu adalah Allah yang murka, Allah yang bengis, Allah yang mudah menghukum. Anggapan itu membuat kita sangat ketakutan. Sehingga takut kita kepada Tuhan, bukan sungguh-sungguh karena siapa Allah bagi kita, tapi karena takut dihukum. Nah seringkali yang terjadi seperti itu.

Sekarang, apa yang dimaksudkan ‘takutlah’ dalam firman Tuhan ini, Saudara? ‘Takut akan Tuhan’ artinya bukan takut bahwa Allah akan menyakiti kita, Allah akan menghukum kita, Allah akan menyiksa kita; tapi justru sebaliknya, ini lebih kepada rasa takut bahwa apa yang kita lakukan akan menyakiti hati Tuhan. Itu yang namanya takut akan Tuhan. Ini takut yang benar.

Takut yang seperti itu harus menjadi fondasi… harus menjadi sikap dasar kita, sifat kita yang dikehendaki oleh Tuhan, hari demi hari yang kita jalani. Karena apa? Karena kalau takut akan Tuhan ini tidak ada lagi, kita akan mengalami kekalahan di dalam hidup ini. Justru inilah yang ingin ditekankan oleh Allah.

Saudara, yang namanya takut akan Tuhan itu berarti senantiasa mengingat-ingat Tuhan. Contohnya: kalau kita bekerja lalu kita terima upah, kita terima gaji, kita ingat bahwa berkat ini karena Tuhan. Tuhan yang memberikan kekuatan kepadaku. Tuhan yang memberikan kesehatan kepadaku sehingga aku bisa kerja… sehingga aku bisa terima upah. Ini sikap orang yang takut akan Tuhan. Demikian juga saat Saudara ada di meja makan, makan bersama dengan saudara atau keluarga. Kita juga ingat bahwa berkat ini datangnya dari Tuhan. Demikian juga saat malam hari, saat Saudara akan merebahkan tubuh untuk istirahat. Kita pun mengingat bahwa kehidupan ini datangnya dari Tuhan. Oleh karena itu, saat mau beristirahat itu kita menyerahkan hidup kita dalam istirahat di tangan Tuhan. Pada saat kita dibangunkan di pagi hari, kita mengingat Dia. Terima kasih Engkau sudah memberikan kehidupan yang baru, Tuhan. Begitulah sikap takut akan Tuhan… senantiasa mengingat Tuhan untuk apa pun yang kita lakukan dan terima.

Takut akan Tuhan ini senantiasa disertai dengan sikap menghormati Tuhan. Apa yang dimaksud menghormati Tuhan? Menghormati Tuhan berarti kita menjunjung tinggi kekudusan Tuhan dan senantiasa mencerminkan kekudusan itu di dalam perilaku hidup kita.

Saya punya banyak pengalaman mengenai menjaga kekudusan ini. Dulu waktu saya masih jadi arsitek, saya banyak tugas proyek ke luar kota. Karena tidak didampingi istri, beberapa kali saya mendapati gangguan di malam hari. Pintu kamar saya diketuk-ketuk… setelah saya buka, ya ampun… ada wanita cantik dan sexy di hadapan saya. Kalau saya tidak takut akan Tuhan, kalau saya tidak menghormati Tuhan, saya akan persilakan perempuan itu masuk kamar. Tapi karena saya ingin menjaga kekudusan Allah, saya ingin menghormati Dia, saya takut akan Tuhan, saya tolak dia masuk kamar. Dan sebenarnya, ketika saya menolak perempuan itu… saya bukan hanya menjaga kekudusan Tuhan, menghormati Tuhan, takut akan Tuhan, tapi juga mengasihi istri saya, mengasihi anak saya, dan mengasihi keluarga saya.

Nah, ada satu contoh lain, Saudara. Mari kita lihat di dalam Markus 4. Di situ murid Tuhan Yesus juga mengungkapkan takut yang maknanya menghormati siapa Allah. Saat itu terjadi angin ribut, lalu Tuhan Yesus meredakan angin ribut itu. Apa yang menjadi komentar murid-murid, Saudara? Ayat 40, ini Tuhan Yesus sendiri yang berfirman.

Lalu Ia berkata kepada mereka: “Mengapa kamu begitu takut? Mengapa kamu tidak percaya?”

Perhatikan ayat 41.

Mereka menjadi sangat takut dan berkata seorang kepada yang lain: “Siapa gerangan orang ini, sehingga angin dan danau pun taat kepada-Nya?”

Ini satu contoh takut yang penuh dengan hormat.

Yang berikutnya….takut akan Tuhan berarti mengakui wewenang Tuhan. Bahwa Tuhanlah yang berkuasa atas hidupku. Tuhanlah yang mempunyai wewenang di dalam kehidupanku. Aku tidak punya wewenang di dalam hidupku. Sepenuhnya, Allah yang berkuasa. Dan inilah sesungguhnya yang dilakukan oleh umat Israel pada waktu itu, Saudara. Kalau Saudara melihat kembali Yosua 24 terutama di dalam ayat 24, bangsa itu mengungkapkan,

Lalu jawab bangsa itu kepada Yosua: “Kepada TUHAN, Allah kita, kami akan beribadah, dan firman-Nya akan kami dengarkan.”

Inilah tunduk pada wewenang Tuhan. Dan wewenang Allah itu diwujudkan dalam firman-Nya. Karena apa? Firman ini adalah kuasa Allah. Firman ini adalah kekuatan Allah. Bangsa itu tunduk untuk melaksanakan firman-Nya. Tidak ada yang lain selain kekuatan Allah, kewenangan Allah, yang terjadi di dalam kehidupan kita.

Itulah takut akan Tuhan. Lalu yang kedua, beribadahlah. Dua hal yakni ‘beribadah’ dan ‘jauhkanlah’ sesungguhnya merupakan bagian dari takut akan Tuhan. Beribadah ini merupakan segi positif dari takut akan Tuhan. Takut akan Tuhan dinyatakan dengan beribadah kepada Tuhan. Jadi, ini merupakan bagaimana kita mempraktikkan takut akan Tuhan.

Saya percaya kita semua tahu yang namanya ibadah. Tapi, ada satu pengertian yang sesungguhnya Tuhan inginkan… beribadah itu harusnya bagaimana.

Nah inilah yang diinginkan Tuhan. Saat kita beribadah kepada Tuhan, saat itulah dengan hati, dengan pikiran, dengan kekuatan… kita mengakui sungguh-sungguh hak Tuhan atas hidup kita dengan mengesampingkan yang lain. Ini memang satu pengertian yang berbeda dengan pengertian umum mengenai ibadah. Karena apa? Karena di situ ada dua hal yang sangat penting.

Di situ dikatakan bahwa saat aku beribadah, itu adalah saat di mana Allah mempunyai hak, mempunyai kuasa, mempunyai kewenangan sepenuhnya, 100% atas hidupku ini. Dan, kita tidak bisa membagi: untuk Tuhan 99%, untuk yang lain 1%. Tidak bisa. Oleh karena itu yang kedua diungkapkan dengan mengesampingkan yang lain. Dengan menjauhkan yang lain dari hadapan Tuhan. Nah, inilah sesungguhnya yang ingin diungkapkan oleh Allah melalui Yosua kepada umat Israel yang beribadah. Karena apa? Karena sekalipun mereka sudah ada di tanah Kanaan, mereka sudah memenangkan peperangan demi peperangan, tetap saja mereka tidak bisa mengesampingkan yang lain.

Allah adalah pemilik tunggal atas hidup kita. Kita semata-mata milik-Nya. Ibarat rumah, HM-nya itu Tuhan. Saudara mengerti maksudnya? Ya, kita hanya mengelola saja, memakai saja. Kita tidak bisa menjual kepada orang lain, itu milik Tuhan.

Nah, supaya Saudara ngerti, mari kita baca surat Rasul Paulus yang pertama kepada jemaat di Korintus. 1 Korintus pasal 6 ayat 19 dan 20. Saya percaya Saudara sudah sering membaca ayat ini. Tapi justru di sinilah kita sering salah mengerti apa yang Tuhan inginkan.

Atau tidak tahukah kamu, bahwa tubuhmu adalah bait Roh Kudus yang diam di dalam kamu, Roh Kudus yang kamu peroleh dari Allah, dan bahwa kamu bukan milik kamu sendiri? Sebab kamu telah dibeli dan harganya telah lunas dibayar: Karena itu muliakanlah Allah dengan tubuhmu!

Inilah cara berpikir Paulus. Yang namanya ibadah itu, Paulus ungkapkan yang pertama, kamu bukan milikmu sendiri. Nah, kalau Saudara dan saya bukan milik Saudara dan saya, seharusnya sikap kita di hadapan Tuhan adalah mengakui bahwa Tuhan yang memiliki tubuh kita. Tubuh kita ini adalah milik Tuhan. Sudah dibeli dan harganya lunas. Tuhan tidak ngutang. Sehingga 100% tubuh Saudara dan saya ini adalah milik Tuhan. Itu yang pertama. Ini yang namanya ibadah.

Karena tubuh ini milik-Nya, maka Roh Kudus diam di dalamnya. Artinya dengan pengertian yang seperti itu, aku harus mengakui bahwa Tuhan itu hadir di dalam tubuhku. Dan Paulus katakan kehadiran Tuhan itu, dikatakan di situ, ‘diam’. Tuhan tidak ngontrak Saudara. Tuhan tinggal. Dia ada di sana terus-menerus. Karena itu milik-Nya. Itulah pengertian ibadah. Jadi setiap kali kita beribadah, membawa tubuh kita ini untuk beribadah kepada Tuhan, ada pengakuan di dalam hati kita bahwa Dia hadir, Dia diam, Dia tinggal terus-menerus di dalam diri kita.

Nah kalau demikian… kalau memang tubuh kita ini milik Tuhan dan Tuhan diam di dalam tubuh kita, rasanya tidak mungkin dari tubuh kita ini keluar yang jelek. Harusnya tidak. Paulus katakan muliakanlah Allah dengan tubuhmu. Artinya apa? Tubuh ini menjadi alat, menjadi tujuan untuk memuliakan Dia. Untuk menyenangkan Dia. Terus terang ini bukan perkara yang gampang. Ini perkara yang sulit. Kelihatannya ya beribadah sudah gitu aja to, tapi kok begini ya.

Saudara yang dikasihi Tuhan, saya punya pengalaman dengan dua ayat ini. Saya kuliah di teknik arsitektur. Adalah hal biasa kalau mahasiswa arsitektur itu lembur ketika mendapat tugas mendesain bangunan. Dulu saya masih pakai meja gambar, masih ada mesin gambarnya. Kalau sekarang kan sudah pakai program, ada autocat dan sebagainya. Nah, saya dulu ketika lembur dengan teman-teman, sambil memegang mesin gambar, mulut harus ada selipannya. Rokok. Kalau tidak gitu… kalau tidak ada kebulnya, tidak jalan, kayak sepur. Saya termasuk perokok berat. Itu 35 tahun yang lalu. Sekali lembur sehari bisa habis 5-6 bungkus.

Pada waktu mahasiswa itu saya mulai aktif melayani di sekolah minggu. Saya mulai mendisiplin diri, ya kalau pagi saat teduh, malam juga saat teduh. Pada suatu malam, saat saya membuat desain atau rancangan rumah tinggal, renungannya ayat ini persis. 1 Korintus pasal 6 ayat 19 sampai 20. Tubuhmu itu adalah bait Allah. Dan pada saat perenungan malam hari itu, saya merasakan Tuhan berbicara dalam hati saya dan mengingatkan saya, sebagai seorang calon arsitek. Sebagai seorang insinyur. Pada waktu itu Tuhan bertanya. “Ndy, kalau kamu buat desain rumah tinggal, nggambar rumah tinggal, apa yang harus kamu lakukan?” Ya, saya harus membuat sebaik mungkin, Tuhan supaya orang yang menempatinya merasa nyaman, kerasan ada di dalam rumah. “Oo… gitu ya?” Iya. Itu yang kami pelajari, Tuhan, diajari di arsitektur. “Betul, begitu?” Iya. “Nah, sekarang baca lagi ayat 19 dan 20. Tubuhmu itu apa to? Bait Allah. Bait Allah itu apa?” Ya, rumahnya Tuhan. Saya bicara gitu, Saudara. “Ya betul rumah Tuhan. Kalau rumah Tuhan, Tuhan tinggal di mana?” Ya di dalem rumah, tinggal di sana. Saya gitu Saudara. “Bener ta?” Iya Tuhan. “Tadi kamu ngomong gimana, kalau mendesain rumah harus sebaik mungkin supaya apa?” Ya kerasan. “Sekarang coba, katanya tubuhmu itu rumah Tuhan, rumah-Ku. Kira-kira Aku kerasan tidak tinggal di rumah itu?” Ya harusnya kerasan Tuhan. “Lho kok harusnya. Harusnya gimana. Coba sekarang pikir. Menit demi menit, jam demi jam, rumah itu kamu kebuli. Lha Aku kan keplepeken terus. Apa aku kerasan tinggal di rumah yang kayak gitu keadaannya?”

Saudara, saya tadinya mikir, Tuhan guyon. Tuhan bercanda. Tapi justru pada saat itu saya berpikir keras. Iya ya, kalau aku jadi arsitek harus merencanakan rumah supaya orang yang nanti tinggal di situ kerasan. Kok aku tidak bisa merencanakan rumah buat Tuhan ya, supaya Tuhan kerasan tinggal di rumah-Nya? Malam hari itu, di kos-kosan, saya masih inget, masih bisa membayangkan, di mana ruangannya, di mana rumahnya… saya bersimpuh di hadapan Tuhan. Tuhan jika memang itu yang Kau kehendaki, aku butuh kekuatan Roh Kudus. Mulai malam itu saya putuskan kebiasaan saya merokok di dalam nama Tuhan Yesus. Dan puji Tuhan, setelah malam hari itu, saya bebas dari kebiasaan merokok. Dan tidak ada efek yang lain. Karena kalau saya dengar dari teman-teman, kalau tidak ngerokok itu kecut lho rasanya mulut ini. Saya tidak ada efek sama sekali hingga saat ini.

Ini memang prinsip yang sangat sederhana. Tapi ini membutuhkan komitmen yang kuat seperti yang diungkapkan oleh Yosua. Pilihlah hari ini. Demikian malam hari itu saya ditantang Tuhan untuk memilih, pilihlah malam hari ini, kamu berhenti merokok atau Aku keplepeken. Gitu Saudara. Iya, aku tidak ingin Tuhan keplepeken. Aku ingin Tuhan kerasan tinggal di dalam hidupku. Dan itulah yang mulai merombak kehidupan saya. Janji demi janji diperbaharui. Semakin diperbaharui meningkat levelnya, Saudara. Semakin berat saya merasakannya. Tapi semakin suka cita pada saat melakukan semuanya itu.

Yang terakhir, jauhkanlah. Nah, kalau tadi beribadah itu adalah takut akan Tuhan dari sisi positif. Kalau ini adalah praktik takut akan Tuhan dari sisi negatifnya. Kalau tadi beribadah kepada Tuhan, nah kalau ini menjauhkan dari allah-allah yang lain. Saudara mari kita akan perhatikan Yosua pasal 24 ayat 23.

Ia berkata: “Maka sekarang, jauhkanlah allah asing yang ada di tengah-tengah kamu dan condongkanlah hatimu kepada TUHAN, Allah Israel.”

Ada dua hal di situ. Pertama, perhatikan, jauhkanlah. Menjauh dari apa Saudara? Dari allah asing. Terus terang, ini mengungkapkan satu kedalaman yang luar biasa. Yosua tahu siapa umat Allah itu dan dia tahu siapa allah asing itu. Tadinya saya mengira, allah-allah asing ini adalah berhala, arca-arca. Ternyata bukan, Saudara karena patung-patung, arca-arca yang mereka sembah sebagian besar sudah dirobohkan. Lalu apa yang dimaksud allah-allah asing ini? Yosua masih melihat di dalam kehidupan umat Israel, bahwa sekalipun arca-arca dan patung-patung sudah dihancurkan secara fisik, pikiran umat Israel masih dipenuhi oleh berhala-berhala itu. Allah asing ini masih bersarang di dalam pikiran dan hati umat Israel sekalipun secara fisik sudah tidak ada di hadapan mereka. Ini juga bisa terjadi dalam kehidupan kita, Saudara. Bisa jadi kita tidak menyembah berhala, tapi pikiran dan hati kita menyembah berhala. Itu yang dilihat oleh Yosua sebagai allah-allah asing.

Nah, sekarang bagaimana mereka harus menjauhkan diri dari allah-allah asing yang ada di dalam pikiran dan hati manusia ini. Di ayat itu, Yosua mengungkapkan, condongkanlah hatimu kepada Tuhan Allah Israel. Perhatikan Saudara. Ini bukan patung bukan berhala yang kelihatan. Yosua mengungkapkan, condongkanlah hatimu. Kata ‘condong’ kalau kita praktikkan berarti menyembah kepada Allah Israel. Menundukkan diri, merendahkan diri di hadapan Allah.

Di sini Yosua seakan-akan memberikan pilihan kepada mereka. Engkau mau condong ke mana? Condong ke iblis atau condong ke Allah? Itu adalah keputusan. Keputusan yang harus engkau buat setiap hari, setiap saat di dalam hidupmu. Oleh karena itulah di situ kita bisa memahami saat Yosua mengungkapkan pilihlah hari ini kepada siapa kamu akan beribadah. Pilihlah. Kata ‘memilih’ di sini tidak sama dengan ‘memilih’ dalam Pilkada. Praktiknya, dalam Pilkada, Saudara bisa tidak memilih alias golput. Karena semua pilihan baik, lalu Saudara coblos semuanya. Dalam Pilkada Saudara bisa saja begitu. Tapi, dalam hal ini, Saudara tidak bisa netral. Saudara tidak bisa ada di antara memilih iblis atau memilih Allah. Saudara tidak bisa ada di posisi tengah-tengah. Saudara harus memilih salah satu, tidak bisa tidak. Dan inilah yang menjadi ketetapan Yosua. Tidak ada yang namanya tengah-tengah. Tidak ada yang namanya netral. Engkau harus memilih ke mana engkau memihak.

Kalau Saudara perhatikan perkataan Yosua ini, ‘memilih’ ini pun pernah dikatakan oleh Tuhan Yesus dalam Matius pasal 6 ayat 24. ”Tidak seorang pun dapat mengabdi kepada dua tuan.”  Tidak bisa. Pilih salah satu. Mau memilih Allah atau mamon? Ini satu pilihan yang sangat tegas yang harus terjadi saat itu. Ini juga bukan pilihan sesaat. Artinya, kalau hari ini Saudara memilih mamon lalu besok bisa memilih Allah. Tidak bisa. Justru kata-kata itu mengungkapkan, engkau setiap hari akan dihadapkan pada pilihan. Mau memilih beribadah kepada Allah atau beribadah kepada allah-allah asing.

Pilihan itu harus kita lakukan setiap hari. Itulah yang dinamakan pembaharuan perjanjian. Karena inilah yang menjadi kunci, menjadi pegangan kemenangan dan keberhasilan kita di dalam Tuhan. Setiap hari, setiap saat kita diperhadapkan pada pilihan. Dan oleh karena itulah, di sini kita melihat kebenaran itu Saudara. Pilihan demi pilihan itu harus kita buat. Dan Tuhan mengingatkan bahwa pembaharuan pilihan itu harus disertai dengan peningkatan penyerahan diri kita. Semakin kita total menyerahkan diri kepada Tuhan.

Saya punya pengalaman tentang pilihan ini. Mengapa saya memilih menjadi hamba Tuhan dan meninggalkan profesi sebagai arsitek? Itu terjadi dalam suasana yang santai. Tuhan mengingatkan saya melalui apa yang saya pelajari dalam arsitektur. Peristiwanya terjadi 20 tahun yang lalu, ketika kami akan rapat untuk membicarakan sidang raya Persekutuan Gereja-gereja Kristen Semarang. Waktu itu saya sebagai sekretaris, dan ada seorang hamba Tuhan sebagai salah satu ketuanya. Pada waktu itu saya datang lebih dahulu, mempersiapkan segala sesuatunya. Kemudian seorang pendeta datang. Sambil menunggu pengurus yang lain, kami ngobrol. Ternyata obrolannya nyambung. Karena apa? Karena orang tua sang pastur ini ternyata menjalankan bisnis properti di Semarang. Kemudian dia bilang, “Pak Andy saya punya cerita lho mengenai bangunan,” dia bilang begitu. “Wah saya senang sekali kalau pastur mau cerita mengenai profesi saya sebagai seorang insinyur,” saya menyahut.

Ceritanya mengenai pembangunan jembatan, Saudara. Kata sang pastur ini, ada dua kelompok orang yang akan membangun jembatan. Kelompok yang satu berasal dari neraka, yang lain kelompok dari surga. Mereka berencana membangun jembatan spektakuler, jembatan yang belum pernah ada. Setelah melalui rapat, mereka sepakat untuk mulai membangun jembatan itu dari daerahnya masing-masing. Yang dari neraka, mbangun dari neraka, yang dari surga, mbangun dari surga. Nanti ketemu. Gitu. Wah seru. Saya sampai ndomblong.

Mulailah mereka membangun dari wilayah masing-masing. Anehnya, ketika yang dari surga itu baru membangun 5%, yang dari neraka sudah 30%. Yang dari neraka sudah 60%, yang dari surga baru 10%. Yang dari neraka 85%, yang dari surga 15%. Akhirnya jembatannya nyambung. Lalu saya ditanya, “Menurut Pak Andy, kelompok mana yang membangunnya lebih cepat?” “Ya, yang dari neraka to pastur.” “Bener.” Terus saya ditanya lagi, “Mengapa kok yang dari neraka lebih cepet?” Sebagai seorang insinyur, saya menjawab seperti apa pernah yang saya peroleh di bangku kuliah. Salah semuanya. Saya angkat tangan, saya tidak tahu mengapa kelompok yang dari neraka bisa membangun lebih cepat. Akhirnya, dia menjawab begini Saudara, “Yang dari neraka mbangunnya lebih cepet karena di neraka banyak insinyurnya, Pak Andy. Di surga banyak hamba Tuhannya, tapi nggak tahu masalah konstruksi.” “Asem…nyindir”, batin saya.

Cerita itu memang kelihatannya guyonan. Tetapi sehabis pulang rapat, saya tidak bisa tidur. Apa bener to ning neraka akeh insinyure? Maksudnya, kayak saya ini.

Guyonan itu seakan-akan ngantem saya, Saudara. Malam hari itu saya mikir keras. Dan saat itu seakan-akan Roh Kudus mulai mblejeti saya. Menelanjangi kehidupan saya sebagai seorang insinyur. Apa yang sudah saya lakukan sebagai insinyur? Saat saya ikut konsultan, ikut kontraktor… ya kalau pengen batine akeh, kalau mau untungnya banyak, harus pinter ngapusi. Betul tidak, Saudara? Pintar berbohong. Entah ngapusi ukurannya, entah ngapusi kualitasnya. Yang harusnya kw 1, halah kw 2 aja tidak kelihatan kok. Harganya kan lebih murah, lha nanti untungnya banyak. Saudara itu salah satunya, karena masih banyak contoh kelakuan insinyur yang tidak benar. Baru saat itulah saya sadar… oh Tuhan, selama ini aku salah membangun. Aku cepat membangun dari kerajaan neraka bukan kerajaan surga. Malam hari itu saya melakukan pembaharuan perjanjian di hadapan Tuhan, komitmen membangun Kerajaan-Nya. Tuhan aku berserah, kalau Engkau mau pakai hidupku sampai akhirnya nanti, monggo. Silahkan Tuhan. Nah itu Saudara yang terjadi. Inilah pembaharuan. Itu terus menerus terjadi Saudara.

Kalau saya tetap bisa setia melayani Tuhan hingga saat ini, itu juga karena kekuatan perjanjian. Kalau saya tidak punya perjanjian itu, mungkin saya sudah ngelukruh. Haduh ngapain harus melayani Tuhan, wong kenyataannya banyak masalah dan tantangan. Tapi saya tidak mau. Kenapa? Karena saya sudah janji. Sudah komitmen. Dan kembali saya memperbaharui perjanjian. Saya ingin sampai akhirnya Tuhan, Kau pakai. Sampai selesai tugasku, hingga Engkau panggil pulang. Itu yang menjadi kekuatan saya.

Inilah pilihan yang harus kita buat. Dan setiap pilihan akan membuat kita naik ke level, ke jenjang penyerahan yang semakin dalam, semakin dalam. Seperti halnya yang dilakukan Yosua. Aku dan seisi rumahku. Aku akan beribadah kepada Tuhan. Aku akan melayani Dia sampai Dia panggil aku. Dan itu bergema di dalam hidup saya. Saya ingin seperti Yosua. Sampai akhirnya, aku tetap melayani Engkau, aku tetap menyembah Engkau, aku beriman kepada-Mu Tuhan.

Saudara inilah hal yang luar biasa. Yosua mengungkapkan pilihannya bukan hanya dengan perkataan. Tapi juga dengan tanda-tanda. Kalau Saudara membaca berikutnya, Yosua mendirikan batu di bawah pohon yang besar, sebagai saksi kalau dia dan keluarganya, juga bangsa Israel akan melayani Tuhan, akan menyembah Dia (ayat 26-27). Dengan tanda itu Yosua bertekad, apapun yang terjadi, ia akan tetap mengutamakan Tuhan, tetap menomorsatukan Dia. Karena Yosua adalah milik-Nya, dia tidak punya hak milik apapun. Itulah pilihan Yosua. Dan itulah yang harus menjadi pilihan kita.

Sekarang, saya mengajak Saudara semua untuk latihan memilih. (Menunjuk gambar vas dan pot di layar). Kalau Saudara diminta memilih dalam hidup ini, pilih jadi vas atau pot bunga? Pot bunga (pilihan hampir semua jemaat). Mengapa memilih pot bunga? Sebelum kita mencari tahu alasannya, saya minta bantuan seorang ibu untuk maju ke depan membantu saya. Dengan ibu siapa? Bu Hana. (Mengambil vas dengan rangkaian bunga yang indah dan pot yang ada tanaman bunganya). Tadi Bu Hana pilih apa? Pot bunga, Pak. (memberikan pot bunga ke bu Hana). Mengapa ibu memilih jadi pot bunga? Kalau bunga yang pot ini hidup, sedang bunga di vas ini mati dan lama-lama layu. Betul Saudara-saudara? Betul. Lho, bukannya vas bunga ini jauh lebih indah, apalagi pasti harganya lebih mahal dibanding dengan pot. Atau mungkin bu Hana punya alasan lain? Ada lagi Pak, meskipun pot ini jelek dan murah harganya tapi bisa menumbuhkan bunga. Sedang vas ini malah membuat bunga jadi mati. Wow….smart banget rek bu Hana. Setuju nggak Saudara semua? Setujuuuu…

Saudara…seindah-indahnya dan semahal-mahalnya sebuah vas, tapi untuk mengisinya harus memotong bunga-bunga yang seharusnya bisa hidup lebih panjang bila tidak dipotong untuk ditaruh di dalam vas. Itu berarti vas bunga adalah suatu wadah yang menuntut untuk diisi dengan mengorbankan kehidupan yang lain. Benar nggak, Saudara? Banyak lho orang yang hidupnya seperti vas bunga, yang selalu ingin dipuaskan keinginannya, tapi dengan mengorbankan kehidupan yang lain. Jelas, sifat ini buruk sekali. Nah, daripada menjadi “vas bunga” lebih baik menjadi “pot bunga”, Saudara. Karena, kalau vas itu mematikan untuk mengisi kepuasan yang sementara, sedangkan pot justru menumbuhkan dan menghidupkan. Apa yang menjadi pilihan dalam hidup Saudara? Apakah Saudara menjadi pribadi seperti vas bunga yang selalu mengorbankan orang lain untuk kepuasan sementara atau menjadi pot bunga yang melalui hidup kita, orang lain ditumbuh-kembangkan? Mau menjadi pot bunga. Bagus.

Saat bangsa Israel memilih alllah-allah asing mirip dengan memilih vas bunga, yang kelihatan menguntungkan, mewah, memuaskan; tapi itu hanya sementara dan mematikan kehidupannya dan kehidupan orang lain. Tetapi Yosua lebih memilih beribadah kepada Allah Israel seperti Saudara memilih pot bunga, yang kelihatannya jelek, tidak berharga; tapi memberi pertumbuhan iman dalam hidup ini. Jangan pilih yang mematikan, pilihlah yang menghidupkan.

“Tetapi aku dan seisi rumahku, kami akan beribadah kepada TUHAN!” Bagaimana dengan Saudara saat ini? Maukah Saudara berjanji setia memegang pilihan dalam hidup ini seperti halnya Yosua? Mari kita datang menghadap ke hadirat-Nya, bergandengan tangan dalam satu kasih dan bersehati, untuk mengasihi Tuhan Yesus. Bersama dengan keluarga kita melayani Tuhan, karena Dialah yang segala-galanya bagi kita.

Exit mobile version