Apakah Aku Setia?
Oleh: Pdt. Nathanael Channing
“Banyak orang menyebut diri baik hati, tetapi orang yang setia, siapakah menemukannya?” (Amsal 20:6)
Apakah kita memperhatikan jawaban orang-orang tentang pertanyaan-pertanyaan yang berkaitan dengan evaluasi diri? Kalau kita mau memperhatikan secara umum, jawabannya selalu baik, bahkan sangat baik. Demikian juga dengan jawaban dari pertanyaan-pertanyaan yang berkaitan dengan bakat, karunia, atau talenta, sebagian orang selalu memilih yang paling baik untuk dirinya. Tak heran jika tes-tes bakat seperti itu terkadang kurang tepat. Mengapa? Karena ketika menjawab pertanyaan-pertanyaan tersebut, orang selalu memilih poin-poin yang baik. Poin-poin yang jelek, yang negatif, dan sejenisnya sedapat mungkin dihindari. Demikian juga ketika kita berjumpa dengan siapa pun, lalu kita memberikan salam dan bertanya, “Apa kabar?”, selalu dijawab, “Baik, semuanya baik.” Benar demikian, bukan? Jarang sekali ada orang yang berani menyatakan apa adanya, misalnya pada saat mengalami banyak masalah, ia terus-terang berkata, “Aku sedang susah” atau “Aku baru menghadapi banyak pergumulan.” Kalau sedang dalam kondisi konflik, jarang ada orang yang berani berkata, “Aku baru saja berantem dengan suamiku/istriku.” Umumnya, semua pertanyaan selalu dijawab, “Baik!” Mengapa demikian? Apakah itu karena kita adalah orang Timur? Tidak juga. Orang Barat juga mempunyai sikap yang sama.