Khotbah Natal, Khotbah Perjanjian Baru

Khotbah Natal: Tuhan Beserta Kita, untuk Apa?

Tuhan Beserta Kita, untuk Apa?

Matius 2:13-23

oleh: Pdt. Wahyu ‘wepe’ Pramudya

 

Dalam drama kelahiran Yesus Kristus yang dipentaskan pada hampir setiap Natal, kita selalu melihat bahwa drama itu berakhir dengan bahagia. Maria, Yusuf dan bayi Yesus dikunjungi oleh para gembala dan orang-orang majus dalam suasana yang mengharukan dan membahagiakan. Sebuah adegan yang sulit dipertangungjawabkan data biblikalnya mengingat orang-orang majus sebenarnya datang bukan di malam kelahiran Yesus, tetapi dua tahun kemudian. Namun, apa yang terjadi sesudah malam yang mengharukan dan membahagiakan itu? Kita tidak pernah menyaksikan sebuah drama yang mementaskan hal itu.

Kita sering kali berpikir bahwa setelah malam kelahiran Yesus Kristus, semuanya telah selesai. Semuanya hidup bahagia dan sejahtera. Demikian pula dengan Yesus, Maria, dan Yusuf. Kehadiran Yesus telah menyebabkan hidup keluarga ini berbahagia. Jika kita berpikir demikian, kita salah duga. Salah duga yang fatal.

Setelah kunjungan orang-orang majus yang kira-kira terjadi setelah Yesus berusia dua tahun, keluarga Yesus harus menyingkir ke Mesir. Mengapa? Karena Herodes hendak membinasakan Yesus. Bayangkan bagaimana perasaan Yusuf dan Maria. Mereka pernah tersia-sia tidak mendapatkan tempat untuk beristirahat dan melahirkan bayi mereka, dan kini mereka harus melarikan diri ke Mesir. Tinggal dan menjadi pendatang di negara orang lain. Apakah hal ini menyenangkan? Tentu saja tidak enak harus hidup sebagai pengungsi.

Beberapa waktu kemudian, setelah Herodes mati, mereka harus kembali ke Israel. Tentunya ini bukan suatu perjalanan hidup yang mudah yang harus dijalani oleh Yesus di usianya yang masih belia. Apa yang dapat kita pelajari dari kisah ini untuk kehidupan kita di masa kini?

 

Tidak Bebas dari Pergumulan dan Kesulitan

Pertama, hidup bersama Yesus tidak berarti bebas dari kesulitan dan pergumulan. Inilah realitas yang dijalani oleh Maria dan Yusuf, bukan? Kehadiran Yesus di tengah mereka tidak menyebabkan hidup mereka lancar dan tenang. Sebaliknya, karena kesediaan Maria dan Yusuf untuk melangkah dalam rencana Allah, hidup mereka menjadi tidak nyaman. Mereka terpaksa harus hidup berpindah-pindah. Mengapa? Justru karena Yesus ada dan hidup di tengah mereka.

Jika kita dapat berteman dengan siapa saja, maka siapa yang kita pilih untuk berteman? Orang yang menguntungkan kita, bukan? Orang yang bisa memberikan kepada kita proyek? Orang yang berjabatan tinggi. Untuk apa? Untuk membuat hidup kita lebih baik dan nyaman. Dan ini manusiawi sekali, bukan? Sama sekali tidak salah. Ini hanya menunjukkan betapa kita sangat ingin hidup kita menjadi mudah.

Akan tetapi, jika kita ingin mengenal Yesus dengan motif supaya hidup kita menjadi lebih mudah dan lebih enak, maka kita mempunyai masalah. Kita akan kecewa sebab berteman dengan Yesus Kristus dan mengenal-Nya tidak berarti hidup ini menjadi lebih mudah. Ketika kita hidup dan mengenal Yesus tidak berarti kita akan terlepas dari penyakit, kegagalan, dan bahkan kemalangan yang bisa terjadi tiba-tiba.

Jika Firman Tuhan [Yesus] yang menjadi manusia saja harus menghadapi banyak kesulitan dan pergumulan, mengapa kita berharap yang lebih mudah? Jika bayi Yesus sejak kecil harus berhadapan dengan bahaya dan ancaman, mengapa kita ingin lebih dari Yesus?

 

Mengalami Tuntunan Tuhan di Tengah Pergumulan dan Kesulitan

Kedua, hidup dan mengenal Yesus berarti mengalami tuntunan Tuhan di tengah kesulitan hidup. Hal inilah yang dialami oleh Yusuf dan Maria. Karena kehadiran Yesus, hidup mereka berada di dalam bahaya. Karena kehadiran Yesus, mereka harus berpindah-pindah dan kehilangan kenyamanan. Namun, di tengah pergumulan itu tetap ada kehadiran Tuhan yang menguatkan, bukan?

Dua kali dikisahkan tentang bagaimana malaikat Tuhan menjadi alat Tuhan untuk berbicara kepada Yusuf di dalam mimpinya. Di tengah kesulitan itu, ada firman Tuhan. Ada petunjuk dari Tuhan yang mengarahkan hidup mereka.

Inilah yang dapat kita harapkan sebagai orang yang mengenal Yesus Kristus. Ada tuntunan firman Tuhan atas hidup kita. Ada tuntunan firman Tuhan yang mengarahkan langkah kaki kita.

Orang sering kali berkata, “Coba seandainya Tuhan berbicara langsung kepada saya, saya pasti lebih gampang untuk menaati-Nya. Sayangnya, Tuhan tidak pernah bicara langsung, atau lewat mimpi, atau penglihatan kepada saya. Dan saya sudah berdoa meminta Tuhan berbicara kepada saya. Tapi kok Tuhan hanya diam?”

Jika Yesus Kristus adalah Firman yang menjadi daging, maka Alkitab adalah firman yang tertulis. Di dalam 2 Timotius 3:16 dinyatakan bahwa segala tulisan yang diilhamkan Allah memang bermafaat untuk mengajar, menyatakan kesalahan, memperbaiki kelakuan, dan mendidik orang dalam kebenaran. Apa artinya ini? Bukankah firman Tuhan diberikan untuk menuntun kita di dalam kesulitan hidup ini? Melalui firman Tuhan, kita tahu apa yang harus kita lakukan, ke mana kita harus mengarahkan hidup ini. Bukankah ini yang terpenting dalam hidup kita?

Sekali kita memutuskan untuk mengikutsertakan Kristus di dalam hidup kita, maka kita tahu itu tidak berarti kemudahan hidup. Kita masih terus harus hidup dan bergumul seperti manusia lainnya. Perbedaannya hanyalah jika Kristus hidup di dalam diri kita, ada tuntunan firman Tuhan di tengah kesulitan dan kesesakan kita. Imanuel, Tuhan beserta kita. Beserta untuk apa? Beserta untuk menghadapi sakit penyakit, kesulitan, kedukaan, dan bahkan air mata kita.

 

1 thought on “Khotbah Natal: Tuhan Beserta Kita, untuk Apa?

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *