Khotbah Perjanjian Baru

Perubahan yang Berdampak

Perubahan yang Berdampak

Roma 13:8-14

Oleh: Andreias

 

Pendahuluan

Saudara, di sekeliling kita ada begitu banyak hal yang berubah. Entah perubahan itu adalah perubahan ke arah yang lebih baik atau sebaliknya ke arah yang lebih buruk. Perubahan dengan waktu yang sangat singkat atau yang bertahap. Hidup Kekristenan kita juga tidak bisa lepas dengan yang namanya perubahan. Perubahan ini bukan berbicara tentang perubahan yang bersifaf fisik, tetapi sebuah perubahan yang berkaitan dengan pembaharuan hidup orang percaya.

Yang menjadi masalah, ada orang yang mengaku Kristen tetapi masih terus hidup di dalam dosa dan tidak ada perubahan di dalam dirinya. Orang seperti ini sering kali berdalih dengan mengatakan,  “Ya beginilah saya, terimalah saya apa adanya.” Ia tidak mau berubah. Dia menjadikan kalimat ini sebagai pembenaran untuk tetap tinggal di dalam kebiasaan lamanya.

Namun, yang saya kuatirkan adalah jangan-jangan tanpa kita sadari sepenuhnya, hidup Saudara dan saya juga hidup yang seperti itu. Kita tidak sungguh-sungguh menginginkan perubahan. Saudara, menjadi seseorang yang percaya pada Kristus dengan sungguh-sungguh, berarti menjadi seseorang yang hidupnya diubahkan.

 

Penjelasan

Sebagaimana ulat yang bertransformasi menjadi kupu-kupu, demikian juga orang Kristen bertransformasi dari manusia lama menjadi manusia baru. Dengan kondisi manusia baru inilah seorang manusia akan mengalami pertumbuhan yang salah satu indikasinya adalah sebuah perubahan. Di dalam Roma 13:11-14, Paulus mengungkapkan perubahan ini dengan sebuah frase “menanggalkan perbuatan-perbuatan kegelapan dan mengenakan perlengkapan senjata perang.” Frase ini kemudian ditekankan lagi oleh Paulus dengan kalimat, “Tetapi kenakanlah Tuhan Yesus Kristus sebagai perlengkapan senjata terang dan janganlah merawat tubuhmu untuk memuaskan keinginannya.” Ini merupakan suatu metafora yang sering dipakai Paulus untuk memberikan suatu gambaran tentang kehidupan orang percaya yang tidak lagi tinggal di dalam kedagingan tetapi hidup sesuai dengan kebenaran Allah. Hal ini juga tertulis di dalam Efesus 4:22-24.

Saudara, kedua ungkapan ini ditulis dalam tense yang sama yang menunjukkan suatu kekuatan atau keharusan dari perintah yang disampaikan. Ini berarti Paulus menganggap sangat penting bahwa kehidupan orang percaya harus mengalami perubahan. Bukan perubahan yang dipaksakan dari luar tetapi sebuah perubahan dari dalam yang dikerjakan oleh Allah melalui sebuah ketaatan. Perubahan hidup ini bukan sebuah syarat untuk mendapatkan hidup kekal tetapi berbicara tentang pengudusan (sanctification) yang terjadi setelah pembenaran (justification).

Anthony Hoekema menyatakan bahwa orang percaya akan mengalami pengudusan yaitu karya Roh Kudus yang melibatkan diri orang percaya untuk melepaskan diri dari pencemaran dosa dan untuk memulihkan gambar diri Allah yang rusak. Dengan bahasa yang sederhana bisa dikatakan bahwa seseorang yang telah mendapatkan keselamatan melalui Yesus akan mengalami perubahan di dalam hidupnya. Ia akan terlibat di dalam proses pembentukan untuk menjadi serupa dengan Kristus. Yang menjadi pertanyaan adalah kapankah perubahan ini terjadi?

Saudara, Paulus menggunakan indikasi waktu “sekarang” untuk menjelaskan kapan perubahan ini terjadi. Kata “sekarang” adalah kata yang dipilih Paulus untuk menjelaskan sebuah rentang waktu antara saat  di mana seseorang mulai percaya pada Tuhan dan sedang menantikan kedatangan-Nya yang kedua kali. Di masa inilah orang percaya mengalami perubahan-perubahan di dalam kehidupannya.

Sebuah contoh perubahan yang sangat nyata di dalam PB adalah kehidupan seorang kepala pemungut cukai bernama Zakheus. Saudara bisa bayangkan sebagai kepala pemungut cukai dia tentu adalah seorang yang tamak, arogan dan tidak peduli dengan orang lain. Tetapi setelah menerima Yesus, Zakheus yang tamak akan uang kini berubah menjadi seseorang yang dermawan, Zakheus yang arogan kini berubah menjadi menjadi seseorang yang penyayang,  dan Zakheus yang cuek dan tidak peduli kini berubah menjadi seseorang yang mau mengasihi.

 

Ilustrasi

Saudara, ada sebuah cerita tentang suami istri yang sudah menikah puluhan tahun dan sering berkonflik. Suatu sore sang istri ngidam pisang goreng. Ia pun membuat makanan ini. Setelah selesai sang istri menikmati pisang goreng yang hangat dengan secangkir tea. Tidak terasa haripun mulai senja dan suaminya pulang dari kerja. Ketika masuk rumah, sang suami melihat istrinya sedang menikmati pisang goreng. Karena pulang kerja, tentu sang suami lapar dan pengen juga makan pisang goreng buatan istrinya. Yang jadi masalah pisang gorengnya tinggal satu. Maka berkatalah sang suami, “Istriku boleh saya minta pisang gorengnya sebab ada tertulis kasihilah sesamamu seperti dirimu sendiri?” Istri menjawab, “Pa, goreng sendiri! Sebab ada tertulis, hai pemalas pergilah kepada semut dan belajarlah kepadanya.” Suami menjawab, “Benar, tetapi ada juga tertulis: apa yang kamu kehendaki orang lain perbuat bagimu perbuatlah demikian.” Istri segera berespon, “Tetapi ada tertulis, manusia hidup bukan dari roti saja.” Suami mulai kesal dan berkata, “Ma, firman Tuhan juga berkata: mintalah maka engkau akan mendapat.” Maka dengan kesal sang istri pun berkata, “Ya sudah, ini buat papa. Pergilah dan jangan berbuat dosa lagi.” Saudara, walaupun cerita ini bernada humor, namun memberikan sebuah gambaran bahwa sering kali suami istri yang masing-masing mengetahui banyak tentang firman Tuhan tetapi tidak hidup dan menghidupi firman Tuhan sehingga tidak ada perubahan apapun yang terjadi dalam diri mereka masing-masing.

 

Aplikasi

Saudara, seperti koin yang memiliki dua sisi. Kelahiran baru tidak dapat dipisahkan dengan perubahan. Pembenaran tidak dapat dipisahkan dengan pengudusan. Nah, jika kita melihat kehidupan kita sekarang, adakah kita benar-benar adalah Kristen yang sejati yang telah mengalami perubahan itu. Atau kita mengaku Kristen tetapi tetap hidup di dalam kebiasaan-kebiasaan lama kita dan tidak mau tunduk dengan Yesus yang kita akui sebagai Tuhan di dalam hidup kita. Yang hidup di dalam kekecewaan tetap di dalam kekecewaan dan tidak ada pengampunan. Yang hidup di dalam amarah, tetap di dalam amarah dan tidak ada kesabaran. Yang hidup di dalam percabulan, tetap di dalam percabulan dan tidak ada kekudusan. Yang hidup di dalam kesombongan tetap di dalam kesombongan dan tidak ada kerendahan hati. Jika ini adalah kondisi kita, maka ini saatnya untuk datang kepada Tuhan. Minta ampun kepadanya dan jadikan dia sebagai Allah yang menolong kita untuk dapat berubah.

 

Saudara, perubahan di dalam hidup kita bukan hanya untuk membentuk kita untuk menjadi serupa dengan Allah dan menikmati masa pemuliaan pada saatnya nanti, tetapi ada dampak yang lain di balik perubahan yang kita alami. Adapun dampak dari perubahan itu adalah supaya kita dapat menyatakan kasih terhadap sesama kita.

 

Penjelasan

Saudara, ayat 8 dari terjemahan BIS/NIV mengatakan demikian, “Janganlah berutang apa pun kepada siapa juga, kecuali berutang kasih terhadap satu sama lain.”  Kata berhutang di sini memiliki arti tanggungjawab yang harus kita selesaikan. Hutang hanya dapat selesai jika sudah dilunasi. Tetapi dalam ayat ini Paulus mengatakan tetaplah dalam kondisi berhutang kasih terhadap sesamamu. Artinya terus lakukan kasih sebagai tanggungjawab yang harus dilakukan kepada sesamamu dan jangan pernah merasa lunas sehingga berhenti untuk mengasihi. Jadi kata ini bukan dimaksudkan untuk menjelaskan bahwa kita berhutang budi dengan seseorang dan kita membalasnya, tetapi lebih pada jangan pernah berhenti mengasihi.

Bagaimanakah kasih itu dinyatakan? Paulus menyatakan dengan contoh-contoh yang konkret seperti jangan berzinah, jangan membunuh, jangan mencuri, jangan mengingini milik sesama. Apakah ini sudah semua? Jawabnya adalah tidak. Ini hanya mewakili saja, tetapi intinya adalah kita menyatakan kasih terhadap sesama kita dengan tidak memberikan dampak yang menyakiti, merusak, atau membunuh mereka. Nah, jika kita tidak berubah dan tetap di dalam kondisi manusia lama kita, sanggupkah kita berkata bahwa kita dapat menjadi saluran kasih bagi mereka?

Saudara, “kasih adalah kegenapan hukum Taurat.” Kegenapan di sini memiliki arti “telah memenuhi” atau telah melakukan apa yang diperintahkan oleh hukum Taurat. Saya teringat dengan apa yang dikatakan oleh Tuhan Yesus Dalam Matius 5: 17. Dia pernah berkata “Aku datang bukan untuk meniadakan hukum Taurat melainkan untuk menggenapinya.” Memang kata menggenapi di sini dapat berarti bahwa Dialah yang menggenapi semua nubuatan di dalam Taurat. Tetapi ini juga berarti bahwa Dialah yang telah melakukan hukum Taurat itu sendiri yang dapat dirangkum dengan satu kata yaitu “KASIH.” Ya, Tuhan telah memberikan teladan untuk mengasihi manusia dengan tidak berfokus pada kepentingan atau kepuasannya sendiri tetapi kepada kebaikan manusia yang berdosa. Kasih-Nya sangat besar sampai pada titik pengorbanan walaupun manusia sebagai sasaran kasih-Nya tidak layak untuk menerimanya.

Saudara, dalam ayat ini Paulus mengajarkan kepada kita untuk mengasihi sesama bukan dengan disalibkan secara harafiah di atas kayu salib seperti yang Yesus alami, tetapi kita diminta untuk menanggalkan perbuatan kedagingan kita yang memiliki orientasi kesenangan atau pemuasan nafsu pribadi dan mengenakan perbuatan terang yang berfokus pada kehendak Allah dan menyatakan kasih kepada sesama seperti yang diteladankan Yesus kepada kita.

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *