Penutup
Saudara-saudara, saya sangat bersyukur mempunyai seorang teladan yang hidupnya mempraktekan kedua karakteristik kasih di atas. Saya ingat ketika nenek saya berniat untuk membelikan laptop untuk saya. Dia menabung sedikit demi sedikit dari uang bulanan yang diberikan anaknya sampai uang yang terkumpul itu cukup untuk membelikan saya laptop. Saya tahu bahwa sebenarnya uang yang dia kumpulkan dapat dia gunakan untuk pergi ke dokter dan berobat, tetapi dia sengaja mengumpulkannya supaya saya bisa menjadi mahasiswa yang baik. Nenek saya pasti tahu bahwa saya tidak dapat membalas perbuatannya, tetapi hal itu tidak menyurutkan kasihnya kepada saya. Dia dengan tulus melakukan semua itu.
Selain itu, di dalam keluarga, nenek merupakan orang yang menjadi korban dari kemarahan dari anaknya yang pertama. Saya pernah mendengar anaknya yang pertama memarahi nenek saya. Dia marah bukan karena kesalahan nenek, tetapi karena kesalahan dari adik-adiknya. Dia melampiaskan amarahnya kepada nenek saya. Saudara-saudara, respon nenek saya hanya diam dan menangis. Apakah dia marah? Apakah dia benci? Ternyata tidak! Pada malam harinya ketika nenek saya berdoa, saya kaget ketika dia mendoakan anaknya yang pertama dengan berlinang air mata. Dia hanya bisa menyerahkan kesedihan karena sikap anaknya kepada Tuhan. Di dalam doanya, dia tidak berkata “Tuhan, kutuk anak itu.” Tetapi yang keluar dari mulutnya adalah berkat supaya anaknya itu sadar dan sikapnya berubah.
Saudara-saudara, kasih yang tulus dan tidak membalaskan kejahatan memang bukanlah perkara yang mudah. Banyak pergumulan, dan kesulitan ketika kita mengusahakannya. Tetapi saya yakin Roh Kudus akan menolong dan memampukan kita untuk mengasihi orang lain dengan tulus dan tidak membalaskan kejahatan. Biarlah di dalam kehidupan sehari-hari, kita melaksanakan firman Tuhan ini.
Amin.