Tentukan Pilihanmu, Ambil Komitmenmu!
Ulangan 30:11-20
Oleh: Pilipus Ferdinand
Pendahuluan
Saudara-saudara, beberapa bulan terakhir ini publik di tanah air dihebohkan dengan berita tentang seorang pegawai negeri yang terlibat dalam kasus penyuapan atau mafia pajak. Saya kira kita semua tahu nama orang ini. Hampir setiap hari wajahnya muncul media cetak maupun elektronik. Ya, dialah Gayus Tambunan, pegawai golongan III-A yang bekerja di Kantor Direkrorat Jenderal (Dirjen) Pajak.
Dari hasil kong-kalikong dengan para pengemplang pajak, pundi-pundi kekayaan Gayus meningkat sangat drastis dalam 5 tahun terakhir. Awalnya diduga Gayus menerima suap “hanya” sebesar 24M, namun belakangan diketahui bahwa total uang yang dimiliki Gayus sebesar 99M. Dengan uang sebanyak itu, memiliki rumah mewah dan apartemen seharga milyaran rupiah bukanlah sesuatu yang sulit bagi Gayus. Sesuatu yang tadinya tidak mungkin dapat dibeli dengan gajinya yang sebesar 1,6 juta itu. Akibat perbuatannya ini, Gayus pun dijerat dengan 3 pasal berlapis dengan total ancaman pidana paling lama 20 tahun.
Namun saudara, belum lagi habis publik dibuat terheran-heran dengan besarnya kekayaan yang dimilikinya, Gayus kembali membuat sebuah kejutan. Bayangkan saudara, di tengah-tengah masa tahanan yang sedang dijalaninya di Rumah Tahanan (rutan), Gayus masih bisa berwisata, menginap di hotel bintang mewah dan menonton pertandingan tenis International di Bali. Ternyata semua ini bisa dinikmati Gayus, setelah ia berhasil menyuap beberapa oknum polisi penjaga Rutan di mana ia ditahan.
Terlepas dari lemahnya penegakan hukum di tanah air, jelas tindakan Gayus yang menyuap para petugas Rutan itu menunjukkan bahwa ia tidak belajar dari kesalahannya. Ancaman pidana yang ada di depannya, tidak membuatnya mengintrospeksi diri. Akibatnya, kini ia terancam dengan hukuman pidana yang jauh lebih berat dari yang semula.
Saudara-saudara, mungkin saat ini kita menggeleng-geleng kepala melihat sepak terjang Gayus. Mungkin kita pun setuju Gayus patut dihukum dengan berat. Mungkin kita punberpikir, mengapa Gayus begitu bodoh mengulang kembali perbuatan yang telah menyeretnya ke dalam tahanan itu. Keledai yang paling bodoh pun tidak akan jatuh ke dalam lubang yang sama. Namun saudara jika mau jujur, terkadang dalam kondisi dan konteks yang berbeda,mungkin kita juga acapkali tergoda untuk jatuh dalam lubang yang sama? Apalagi jika lingkungan dan situasi cukup mendukung dan memberi peluang, bukankah kita juga cenderung untuk mengulangi kesalahan yang sama?
Hal ini juga yang terjadi pada bangsa Israel. Alkitab mencatat, setelah bangsa itu dipimpin keluar dari tanah Mesir, bangsa itu terus menerus, memberotak kepada Tuhan. Mereka berulangkali jatuh dalam dosa yang sama, persungutan, penyembahan berhala dan lain sebagainya. Mereka berkali-kali menyakiti hati Tuhan dengan tidak taat pada perintah-perintah-Nya. Akibatnya, Tuhan menghukum bangsa itu, 40 tahun mengembara di padang. Selain Yosua dan Kaleb, seluruh generasi pertama dari bangsa itu dibinasakan di padang gurun. Mereka tidak diizinkan masuk ke Tanah Perjanjian.
Berkaca pada kesalahan dan kegagalan para pendahulunya, kini ketika bangsa itu telah sampai di dataran Moab, dan tengah bersiap untuk masuk dan menduduki tanah Kanaan,melalui perikop ini Musa kembali mengingatkan mereka untuk tidak mengulangi kesalahan yang sama. Di seberang sungai Yordan itulah, Musa kembali menantang bangsa itu untuk taat kepada Tuhan. Bagi, Musa ketaatan pada perintah Tuhan bukanlah sesuatu yang mustahil untuk dilakukan. Ada dua hal yang membuat ketaatan itu mungkin untuk dilakukan: