Lived in Holiness
1 Tesalonika 4:1-8
Oleh Rini Anggraini
Pendahuluan
Saudara, masa kecil adalah masa yang penuh dengan kenangan. Entah itu kenangan baik, buruk, menggelikan, memalukan – semuanya pasti turut mewarnai perjalanan hidup kita. Masa kecil juga adalah masa di mana setiap kita biasa berlomba-lomba mengisahkan impian. Saudara ingat bukan, dulu sebagian dari kita sering bertukar “buku kenangan” dengan teman-teman sekelas. Biasanya selain mengisi biodata, tak lupa akan kita cantumkan cita-cita kita. Beragam impian masa kecil yang polos dan kocak akan tertumpah ruah di sana. Kalau diingat kembali, mungkin saat ini kita akan menggeleng-gelengkan kepala sambil tersenyum-senyum sendiri. Munceuk urang Sunda-na mah, “Duh, ieu budak teh aya-aya wae cita-cita-na.”
Saudara, saya pun ingat dengan jelas bahwa ketika kecil saya punya sebuah impian yang “unik.” Di saat orang-orang berbondong-bondong ingin menjadi dokter, insinyur, guru, pengusaha, Rini kecil justru menggantungkan cita-citanya menjadi seorang ibu rumah tangga. Oh Saudara, waktu itu rasanya menyenangkan sekali bila membayangkan bisa mendapat pangeran ganteng, sedikit hitam tapi manis, baik hati, Hamba Tuhan, fasih berbahasa mandarin. Yah, Saudara tahu-lah yah gimana kira-kira gambaran pangeran masa kecil saya. Wah, pokoknya gaksabar deh untuk bisa segera menikah, menggenapi Firman Tuhan untuk beranak cucu, dan membangun sebuah pernikahan yang happily ever after.
Akan tetapi, Saudara, seiring berjalannya waktu saya semakin disadarkan bahwa realitas tidaklah seindah impian. Pernikahan yang happily ever after itu tampaknya cuma ada di dalam dongeng-dongeng. Ironis sekali melihat fakta bahwa saat ini 1 dari 3 pernikahan justru berakhir dengan perceraian. Dan yang lebih menyedihkannya lagi, pernikahan Kristen pun tidak luput dari hal ini. Saudara, saya kira sebagian besar dari kita telah menyadari bahwa semakin lama semakin terjadi degradasi moral dalam kesakralan pernikahan. Ada begitu banyak imoralitas seksual yang kerap mewarnai kehidupan pernikahan seseorang. Perzinahan dan seks bebas; bukan lagi sesuatu yang asing di telinga kita. Tampaknya, kekudusan hidup di dalam pernikahan sudah tergolong ke dalam kategori “barang langka.”