Khotbah Perjanjian Baru

Bertahan Menghadapi “Strategi Mata Koin”

Ilustrasi

Sekitar awal 19 seorang pemuda bernama William Borden mendapatkan sebuah hadiah kelulusan berupa tiket keliling dunia dan sebuah Alkitab dari sang ayah.  Keliling dunia pada waktu itu tentu merupakan kesempatan yang langka, apalagi bagi seorang anak muda.  Dalam perjalanan panjang dengan kapal laut, Borden membaca Alkitabnya dan waktu itu ia mengalami perjumpaan pribadi dengan Allah.  Di saat yang bersamaan ia menemukan panggilan hidupnya untuk menjadi seorang misionaris.  Sejak saat itu ia memberikan hidupnya dan berkomitmen menjadi seorang laskar Kristus.  Di kapal itu ia membukaAlkitabnya di halaman paling belakang dan menulis sebuah kalimat pertama: “Tidak Ada Pilihan”.

Tahun 1905 ia masuk kuliah. Di kampus ia begitu bersemangat mengajak teman-temannya untuk bertobat dan melayani Tuhan.  Sehingga ia mengalami banyak cibiran dari teman-teman kuliahnya.  Tetapi ia tidak mundur.  Bahkan disitulah ia mendapat panggilan yang semakin jelas untuk melayani orang yang tidak percaya di Kansu, China.

Setelah lulus wisuda, selain ditawari untuk mewarisi perusahaan sang ayah, Borden menerima banyak tawaran pekerjaan dengan gaji selangit.   Masa depannya begitu cerah.  Tetapi ia menetapkan hati mentaati Allah menjadi misionaris, sekalipun ia tahu kehidupannya akan sangat sulit.  Waktu itu ia membuka alkitabnya dihalaman akhir dan kemudian menulis kalimat yang kedua “Tidak Ada Kata Mundur.”

Setelah lulus kuliah dengan nilai yang gemilang, Borden melanjutkan studinya di sekolah teologi Princeton Seminary. Ia menyelesaikan study teologinya dengan sangat baik.  Dan setelah diwisuda ia segera melakukan perlayarannya ke China. Borden tahu ia akan berhadapan dengan orang-orang yang tidak seiman.  Maka ditengah pelayarannya ia berhenti terlebih dahulu di Mesir bermaksud untuk belajar bahasa Arab.  Tetapi hal yang tidak terduga terjadi.  Di Arab ia terkena radang otak.  Penyakitnya sangat mematikan.  Dalam sebulan, Borden muda meninggal di usia 25 tahun karena radang otak.  Borden meninggal bahkan sebelum ia sempat melayani di China.

Apakah Borden pernah menyesali pilihannya untuk bertahan menjadi prajurit Kristus?  Tidak sama sekali!  Sebelum kematiannya, dalam penyakit yang mengerikan Borden membuka Alkitabnya di halaman terakhir dan menulis kalimatnya yang ketiga.  Di bawah kalimat-kalimat yang ia pernah tulis: “tidak ada pilihan”, “tidak ada kata mundur”,  Borden menulis kalimat terakhirnya “Tidak Ada Penyesalan”.

Border memberikan teladan hidup mengenai seni bertahan.  Sekalipun ia mengalami serangan yang bertubi-tubi dalam hidupnya, tawaran dunia akan masa depan yang sangat nyaman, cibiran teman-teman kuliahnya, ladang pelayanan yang sulit, dan bahkan penyakit mematikan, Border bisa bertahan sampai akhir.  Kenapa? Karena saya percaya, ia menyerahkan diri sepenuhnya kepada Allah sekaligus ia selalu berusaha untuk memiliki kehidupan rohani yang bugar.

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *